Friday, February 25, 2005

Hujan, Pagi itu

Image hosted by Photobucket.com
"Came in from a rainy Thursday
On the avenue
Thought I heard you talking softly"*

Di jendela gua, hujan deras.

Gua masih ingat dulu, mungkin umur gua baru 8 tahun. Waktu itu tempat tidur gua menghadap kolam ikan. Jadi setiap kali bangun gua terbiasa termenung dulu memandangi ikan-ikan yang entah udah berapa kali gua recokin sore harinya. Dan nanti sore, saat itu.

Dan hujan di pagi hari adalah waktu yang sangat menyenangkan! Entah kenapa semua gambar yang terlihat sangat indah. Ikan-ikan itu menjadi gambar-gambar yang berpendar. Warna warni dan bergerak. Berikut kaca jendela yang beruntun disiram air hujan. Setiap komposisinya selalu berganti. Tapi moodnya tak pernah berganti. Selalu nyaman.

Suasana seperti itu sering bikin gua menghayal. Gua dengan imajinasi seorang anak umur 8 tahun hanya akan menghadirkan imajinasi yang seru. Tak terbeban. Tak terdistorsi. Dan tak terkendali. Semuanya cukup terangkum dalam imajinasi 10 menit (sampai lantas ibu gua nyuruh gua mandi, sarapan, dan ritual pagi lainnya). Hanya gambar-gambar singkat tentang mobil-mobil keren, liburan, menjadi orang dewasa, being cool like my brothers, atau membayangkan aksi panggung Queen di Rock in Rio, atau Wembley atau Killer Queen (lupa yang mana yang bener).

Menjadi orang dewasa?
Iya. Gua sering menghayalkan diri gua dalam pakaian kantor. Pakaian kantor bapak gua tepatnya. Karena hanya dia yang berpakaian seperti itu, saat itu. Dalam skenarionya, gua bekerja di bank. (Karena banyak duit. Duit kan diambil di bank. Sesederhana itu saja ) . Lantas gua akan pulang dari kantor dan anak gua akan berlari-lari menyambut. Ya. Referensi itu gua dapat dari pengalaman pribadi. Kejadian itu memang terjadi antara gua dan bapak gua.

Paling tidak seperti itulah gambaran gua tentang orang dewasa. Seperti bapak gua. Punya keluarga, pergi ke kantor, pulang ke rumah dan hepi-hepi.

Sampai akhirnya gua juga tumbuh. Beranjak remaja, remaja senja (itu istilah sobat gua, Kenny) berkeluarga dan punya anak. Mengenal beban, terdistorsi dan harus dikendalikan.

"What is happening to me?
Crazy, some'd say
Where is my friend when I need you most?
Gone away"*

Hujan masih deras.

Kangen kolam ikan.
"But I won't cry for yesterday
There's an ordinary world
Somehow I have to find
And as I try to make my way
To the ordinary world
I will learn to survive"*

*Ordinary World, Duran Duran

Thursday, February 24, 2005

Udin Pengen..



udara dingin, pengen nulis. tapi gak boleh.
Masih ada revisi kerjaan yang harus dikerjain. Kurang ini lah, kurang itu lah. Harus jadi secepatnya lah.
Nggak kelar secepatnya juga bisa. Makanya gak boleh nulis.

udara dingin, pengen nulis. tapi gak boleh.
Ada aja teman-teman memanggil dengan akrabnya di messenger-messenger internet. Ada yang curhat pacar, kantor, tujuan hidup dllsb. Ada yang iseng cuma say 'hi'. Ada juga Kenny dan Ika dengan session sore-sore hore. Ada juga yang cuma sharing gossip. Gitu deh. Ribet. Menghadapi window-window sebanyak itu.

udara dingin, pengen nulis. tapi gak boleh.
Yang mau ditulis juga belum jelas! Tapi banyak yang udah di kepala. Dan belum bisa dirangkum, lantas dituangkan ke dalam baris-baris kalimat. Biar dibacanya enak. Begitu menurut teman-teman penulis. Penulis blog.

udara dingin, pengen nulis. tapi gak boleh.
Sebentar lagi jam tujuh malam. Artinya lebih enak pulang. Ketemu Kiara dan Sarah. Belakangan ini pulang malam terus. Jadi jatah ketemunya agak kekorup deh.

Duh.. kalau nulis aja susah, gimana yang lain??

"Blame it on the black star
Blame it on the falling sky
Blame it on the satellite that beams me home
This is killing me
This is killing me"
Black Star, Radiohead

Monday, February 21, 2005

Minggir, Goblok! Ini Orang Mati.



Ekspresi itu yang gua tangkap tadi pagi.
Sebuah iring-iringan mobil yang mengantarkan mobil jenazah. Seperti biasa, di depannya ada segerombolan motor yang melaju kencang dengan mengayun-ayunkan bendera kuning.

Raut muka mereka marah. Memerintah. Menggertak. Sangat tidak kondusif. Seakan setiap orang yang dilewati itu goblok. Tidak tau aturan jalan. 'Minggir dong, ini orang mati!' Mungkin orang mati itu telat menuju pemakaman. Seperti kalau kita bergegas menuju airport dengan selalu khawatir 'moga-moga di jalan ngga macet. Tau sendiri kan Jakarta'. Atau lebih konyol lagi, mungkin orang mati itu harus 'check in' untuk dapat boarding pass. A ticket to heaven, who knows.

Lantas kenapa marah? Kenapa ngebut ugal-ugalan? Kenapa mengganggu ketertiban orang lain? Kan udah mati. Mbok ya ngga usah nyusahin orang lagi, wong udah mati. Biar aja tenang, hikmat dan penuh hormat.

Pernah nggak kepikiran, apa di benak si orang mati itu melihat semua yang di atas tadi?

(Kan udah mati! Gimana sih lu?!!)

Friday, February 18, 2005

Two of Us



Two of us riding nowhere
Spending someone's
Hard earned pay
You and me Sunday driving
Not arriving
On our way back home
We're on our way home
We're on our way home
We're going home

Two of us sending postcards
Writing letters
On my wall
You and me burning matches
Lifting latches
On our way back home
We're on our way home
We're on our way home
We're going home

You and I have memories
Longer than the road that stretches out ahead

Two of us wearing raincoats
Standing so low
In the sun
You and me chasing paper
Getting nowhere
On our way back home
We're on our way home
We're on our way home
We're going home

You and I have memories
Longer than the road that stretches out ahead

Two of us wearing raincoats
Standing so low
In the sun
You and me chasing paper
Getting nowhere
On our way back home
We're on our way home
We're on our way home
We're going home

We're going home
Better believe it

Two of Us, The Beatles

Tuesday, February 15, 2005

Memberi Lebih


Waktu itu gua sedang dalam perjalanan ke kantor. Seperti biasa, macet. Pemandangan reguler pun terhidang di depan. Motor-motor saling bersalip-salipan. Penjaja koran berseliweran. Kaki mulai exercise kegiatan rutinnya. Gas. Rem. Gas. Rem.

Ternyata hari itu sudah akhir bulan, majalah bulanan kesayangan udah terbit. Kali ini Kelly Brook yang jadi covernya (tebak sendirilah majalah apa..). Sontak gua membuka kaca jendela dan memanggil penjaja majalah itu.(OK. Hargindang mungkin udah jarang orang pake kata 'sontak'. OK) Dia datang menghampiri. Gua menyebut majalahnya dengan meng-eja. Kalau pake ejaan bahasa Inggrisnya suka salah paham nantinya. Entah dia ngga biasa atau gua yang sok emrik! Haha.

Harganya 28500 rupiah. Jadi gua kasi uang dua puluh ribu dan sepuluh ribu. Kembaliannya serebu lima ratus. Pas gua terima, gua ambil seribu lagi lantas memanggil si adek penjual tadi. Karena mobil gua sudah agak maju, jadi dia harus agak tergopoh-gopoh menghampiri gua lagi. Mukanya bertanya-tanya. Kenapa lagi gua dipanggil, mungkin begitu pikirnya. Gua pun memberi 'tip' tadi dengan tersenyum. Dia pun tersenyum lebar. Lega. Ternyata rejeki! Instead of complain, maybe.

Gua memang suka memberi sedekah yang gua anggap pantas menerimanya. Seperti penjaja majalah tadi. Atau kepada pengamen yang memang bermain/bernyanyi dengan bagus. Tidak asal-asalan. Bahkan kalau bisa lebih dan tidak sekedar menghabiskan recehan yang ada. Makanya tadi gua tambahin lagi seribu.

"Lebih?"

Pertanyaan itu yang terngiang di kepala gua. Apakah kita sudah memberi lebih selama ini? Memberi effort yang lebih kepada cita-cita kita. Memberi kasih sayang yang lebih kepada orang-orang. Memberi waktu yang lebih kepada hal-hal yang lebih penting, mungkin.

Memberi lebih. Pokoknya itu.
Tidak setengah-setengah. Tidak pelit. Tidak hanya 'meet the deadline'. Tidak terpaksa. Pokoknya dilebihin (bukan dilebih-lebihin lho. Mubazir juga). Gua yakin ganjarannya juga akan lebih baik.

Yuk! Memberi lebih.

"..and in the end the love you take
is equal to the love...you make"
The End - The Beatles
(you can also see this lines at one of Hard Rock Cafe's wall in Bali. hehehe)

Monday, February 14, 2005

Metrominisexual

Lha..
Dari dulu juga gua udah doyan dandan.
Matching-matching-in baju sama celana.
Tiap pagi bingung mau pake baju apa, celananya apa, kaos kakinya apa.
Jalan-jalan di mall yang di-update deretan fesyennya.
Ato ngecek keluaran baru sepatu merk ini apa.
Ngeliat majalah yang diliat halaman fesyennya (kalo ada).
Nggak malu potong rambut di salon instead of di barbershop.
Diojok-ojok istri untuk meni-pedi ya ngga apa-apa juga.
Suka berwangi-wangi. (Hayo!.. mending bau ato wangi?)

Lha..
Kenapa sekarang tiba-tiba orang bilang gua metrosexual?

Heran.. :)

Friday, February 11, 2005

Your Song

"Hey kamu yang di blakang situ.
kuingin engkau tahu.
bila engkau menutup pintu,
ku kan tetap menungguu..
usah kau resah slalu.."


Berikut penggalan dari lagu Naif "Johan dan Enny" yang bikin Kiara, anak gua yang baru 5 bulan, selalu tertawa-tawa beberapa kali gua nyanyiin lagu ini untuk dia.

Dulu sebelum Kiara lahir gua udah punya cita-cita untuk menjejeli dengan musik-musik gua. Bahkan sewaktu dia di perut ibunya, gua udah mengkompilasi lagu-lagu The Beatles yang menurut gua masih layak untuk didengar (dia!).

Di beberapa kesempatan lain pun gua menyempatkan bernyanyi lagu-lagu The Beatles buat Kiara. Kiara memang memperhatikan gua yang sedang bernyanyi. Mengeluarkan suara, bunyi-bunyian dari gitar serta tingkah laku bapaknya yang cari perhatian itu! Semuanya begitu baru buat dia. Tetapi tidak dengan lagu "Johan dan Enny"! Dengan lagu ini Kiara begitu bersemangat. Senang bahkan tertawa-tawa. Entah dari kesederhanaan melodinya, atau keceriaan dari lagu tersebut yang membuat Kiara merespon dengan gembira.

Tapi yang gua tau, it's not how I want to make her happy. It's what makes her happy.
Who knows nanti dia lebih menyukai Kimia daripada pelajaran menggambar. Lebih doyan berkebun daripada kutak-kutik komputer. Lebih doyan jazz daripada rock (Amiiiiiin!!). Yang pasti kita harus bimbing dia dengan benar.

Gitu kan?



"I hope you don't mind..
I hope you don't mind
That I put down in words
How wonderful life is
While you're in the world.."
Your Song - Elton John

Monday, February 07, 2005

You Can't Handle The Truth

1.tiba tiba dari kepala lo tumbuh pohon mangga?
ah.. kok bisa? mendingan pohon duit

2. Anjing/kucing lo baca koran pagi pagi sambil ngopi di meja makan?
good. sekalian aja dia yang pegi ke kantor. asik kan???

3.ada sapi dateng nyariin anaknya didepan rumah lo?
don't ask me. ask my dog/cat. tuh yg lagi baca koran..

4. tiba tiba mulut sama kuping lo tukeran tempat?
artinya di bioskop bisa ciuman sambil nonton filmnya bersamaan dong!!!

5.abis cuci muka, tampang lo jadi mirip megaloman?
gak pa-pa. gua cape dikira Brad Pitt terus!!

6.ada harimau cipokan didepan elo?
yeeee.. pasti dia ngeliat gua di bioskop!!

7.mata lo kelilipan kipas angin?
ya dilepasin dong.

8.elo ketemu orang planet yang kesasar nanya jalan ke pom bensin?
udah gua bilang, tanya ama anjing gua gih.. yang lagi baca koran..

9.dari dalem kakus ada orang nanyain soal matematika di tembok?
yang ini biar gua yg jawab. kali ini anjing gua gak sepinter itu..

10.elo menyadari kalo tetangga lo itu ternyata dari masa depan yang udah berumur 70 an?
"dosa lu apa? sampe disuru ngulang idup.."

11.elo tau kalo ternyata masa depan si unyil menjadi preman pasar?
gak kaget kok. seumur-umur dia SD mulu sih..

12. tukang somay langganan elo ternyata batman?
and I'm Nicholas Saputra.

13.elo menyadari kalo bumi kita ini masih bumi beta belom final?
gua ngerti. gua kerja di advertising. banyak revisi-an. ngerti kok gua.

14. elo nemuin cara nembus waktu pas lagi garuk2 kuping?
gua suruh anjing gua garuk2 juga. (lanjutkan imajinasi anda..)

15. elo menyadari kalo mimpi elo itu kenyataan dan kenyataan elo itu cuma mimpi?
bener nih? yang gua pengen enak2 lho.. bener nih??

dari salah satu quiz-quiz ngga penting di Friendster

Friday, February 04, 2005

In The Closet

Levi's Reject: "Suit..suiiiiiiit ada anak baruuuu!!"

Wrangler Straight: "Weeits siapa niiii..."

Levi's Engineer: "Cakep gak? Merk apa?"

Levi's Reject: "Khaki bo!"

U2 Cargo: "Ooo gantinya si buntung kali ya? Dia kan udah lusuh.."

Levi's Engineer: "Merk apa nih? Ooo.. OldNavy ah paling juga FO"

Levi's Reject: "Alaaah lu juga Levi's lagi sale! Plis deh ne"

Levi's Engineer: "Nah elu. Levi's reject juga kan. Stralah.."

Loreng: "Cieee.. 3 bulan ini bakal dipake terus niiiiy.. Selamet ya.."

U2 Cargo: "Kapan ya temen-temen gue pada ikutan di sini lagi.."

Loreng: "Ini masih bulan Februari Yut, tunggu aja bulan-bulan ganti season.."

U2 Cargo: "eh..eh.. Silahkan lho. Jangan malu-malu. Jangan takut ama si Loreng. Dia gak pernah ke hutan juga kok.."

OldNavy Khaki: "Eh.. He-eh.. Tengkyu. Mmm.. Permisi.. He-eh.."

Jgreg. Lemari pakaian ditutup lagi. Gelap deh.

Wednesday, February 02, 2005

Yesterday Once More

Hari Minggu sore gua nerima telepon dari Titis, AE gua. About some urgent situation yang bikin cerita ini terjadi. Turns out kiriman untuk klien di Singapur tidak dapat ditepati karena keterlambatan dalam mengirimkannya ke jasa pengiriman. Sementara bahan tersebut harus berada di Singapur besok Senin. Singkat cerita gua lah yang mendapat kriteria tepat dalam melaksanakan mission impossible itu. Punya paspor dan cowok (lho???) So for those who made this happen, many many thank you!

Jadilah gua berangkat flight pertama ke Singapur. (Setelah sebelumnya begadang nggak tidur. Untungnya ada Boy dan Kenny yang setia menemani bermain WE. It was a tough game. But that’s another story.)

Taksi, jalan toll ke bandara, bandara, check-in, boarding pass, boarding, lorong-lorong airport, gate sekian, Executive Lounge (yang ini baru aja ada) selalu memberi suasana romantis sendiri bagi gua. Terngiang lagi lagu-lagu Alan Parsons Project (khususnya “The Traveller” cieeee…) dan lagu-lagu lain yang cukup membangun suasana perjalanan. ‘Here I go again!’ I said to myself. Entah kenapa, udah sering banget gua bepergian sendiri dan setiap hal itu terjadi selalu menjadi excitement yang istimewa bagi gua. Entah itu bis, kereta api, pesawat. Banyak elemen-elemen perjalanan yang selalu bikin gua merasa hidup. Ketemu stranger, basa-basi dengan stranger, asking direction, ngejar-ngejar jadwalnya, keeping eye on your belongings, mencurigai orang, menimang-nimang harga, lokal ato bukan, sangat berhati-hati atau bahkan sangat acuh. Hal-hal seperti itu yang menjadi greget tersendiri bagi gua.

Di dalam pesawat adalah bagian yang datar-datar saja. Hare-hare gene pesawat kecil-keciiiil. Kebeneran gua dapat pesawat yang berformat 3-3. And it was very stupid of me to ask for a window seat!! That’s the condition where: if you want to go to toilet you have to go thru 2 other passangers. Repot kan? Dan satu hal lagi, gua menyadari bahwa pesawat sekarang itu kecil. Or is it me who gets bigger. Dan untuk dapat pesawat yang nyaman, tentu saja elu kudu bayar mahal. OK.

1,5 jam. Jakarta-Singapur.

Akhirnya mendarat juga di Changi, salah satu tempat favorit gua, ever. Gua dulu sering pergi ke Changi tanpa alasan tertentu. Cuma pengen liat-liat aja, trus pulang. Bahkan gua pernah gak turun dari bisnya. Cuma lewat tok. Hehe..

Dulu?

Ya. Dulu. Ini alasan kenapa gua nulis cerita ini. Gua pernah sekolah di Singapur. Tahun 1990-1992an. Waktu itu umur gua masih 15 tahun. Di sinilah jaman ABG gua. Jaman tau bolos, mulai ngerokok, berantem geng-geng-an, ke disco, drugs and everything that comes between (hehe..). Jadi Singapur memang punya tempat khusus di hati gua. Di sinilah awal perjalanan gua (sebagai penyendiri, mungkin.) 15 tahun dan tinggal sendiri. Ngga ada orang tua/keluarga yang ngawasin. Ngga ada aturan rumah. Terserah mau ngapain. Terserah mau pulang jam berapa atau sekalian ngga pulang. Bebas deh. Gua ingat, satu-satunya waktu di mana gua ngga bebas adalah waktu orang tua gua nelfon. Atau kalau kiriman terlambat. (yeee culun.) Dan dunia merantau ini masih berlanjut ceritanya di Bandung, Sydney dan Jakarta. Dunia bebas.

Setelah urusan imigrasi beres, tuker duit, booking tiket pulang, saat yang dinanti-nanti pun tiba. Ngerokok. Hahahahaha… emang lu kira apaan.. Singapur terkenal dengan larangan dan denda sana-sininya. Khususnya masalah sampah dan rokok. (learn from it, Jakarta!) Jadi gua sangat berhati-hati dalam hal ini. Lu bisa ngerokok kalo lu liat asbak. Paling nggak gitu deh prinsip gua. Gua cuma kuat setengah batang, setelah itu pusing. Biasa, nggak ngerokok dalam interval jam pasti bikin gua pusing. Then I walked for the cab.

Masih dengan mobil-mobil Crown-nya. Masih dengan odor yang gua ingat. Masih dengan meteran argo yang kalo speednya tinggi bakal bunyi. Masih dengan giok laughing Buddha (kalo supirnya Chinese. Kalo dapet yang orang indonesia biasanya ada garuda jigraknya.) Masih solar. Ada sih taxi yang Mersi, Cuma gua kurang beruntung ngantrinya.

Gua sampe di Shangri-La 20 menit kemudian. No. I don’t stay here lah. Haiyaa.. so rich you think I am ah? No laaah.. I was only sending this silly package of my client so that my client can do their pameran later tomorrow. That way my office won’t kena scold from them lah.. Like that lah. (yes, I’m getting back my singaporean accent. Lah.) By the way, Shangri-La di Singapur miriiip plek ketiplek sama yang di Jakarta. Eksterior mau pun interior (paling nggak sampe lobby ya. Gua cuma sampe lobby soalnya.).

So I went to the concierge. Gave them the package, the name, the room number and job done. Yoiii.. done. I just made myself one of the expensive courier. That’s all the task was all about. To deliver the package.

Now is the real one. Kick ass one.

Talk about the life in Massachusetts,
Speak about the people I have seen,
And the lights all went out in Massachusetts
And Massachusetts is one place I have seen.
Bee Gees - Massachusets



Akhirnya gua menjejakkan kaki di Orchard Road. Meeeen… it’s been 12 years since rock n roll. Sejak gua harus menyanyikan “Majulah Singapura” setiap harinya di awal jam pelajaran. Sejak gua menyanyikan Sweet Child O’ Mine di jalan ini waktu independence day mereka. Sejak gua botak samping niru-niru si Mike Patton. Sejak sepatu Dock Marten’s. Sejak muntah di jalanan. Sejak Newton Circus. Sejak nasi Hainam Mandarin. Wuhuuuu..!! gokil cooooy!! Gua haru banget. Asam di perut gua naik, perasaan pengen muntah langsung kejadian. Mata berkaca-kaca (nahan muntah lho..). hehehe bolehlah.. kalo bilang karena terharu juga bolehlah.

Orchard is just Orchard. Orang-orang sliweran. Sangat beragam, locals, tourist, shoppers and Mt. Elisabeth Hospital’s visitors. Hahaha.. paling gak menurut gua kategori itu ada! Mt. Elisabeth Hospital’s visitors. Cara mengenalinya, biasanya orang yang berusia cukup berumur berjalan didampingi anaknya,umumnya perawakan istri. Berikut tentengan yang mereka bawa. Biasanya tidak fancy. Terus ada aja bule yang bercelana pendek gaya Magnum PI. Dari tahun ke tahun pasti kita temukan pemandangan begini. Kategori Singaporean bisa dikenali dengan cara mereka berpakaian. Biasanya sangat modis, tapi nggak se-berani Hong Kong atau Jepang. Cenderung cute side-nya. Well, to actually proof my opinion we can actually go ask them. Ya nggak?

Gua mulai dari Orchard Hotel, lantas ngelewati Hard Rock Café (that place never interest me) trus nyebrangin Scott’s Road. Di Tang’s sekarang udah ada tunnel yang nyambung ke Isetan (apa dari dulu emang udah ada ya?). Gua mutusin untuk ngambil sisi kanan dulu, untuk nantinya berbalik pulang ke sisi kiri.
Isetan masih seperti dulu. Makin sepi malah. Mungkin karena kehadiran si Takashimaya yang segede-gede bagong itu ya. Gua naikin sampai level 3, trus turun lagi keluar. Cukup deh. Next, Takashimaya. Gede banget ya cing! Gua cuma jalanin seperlunya ajalah. Yang penting udah. (mungkin karena waktu gua di sini dulu, tempat ini belum ada. Jadi kandungan nostalgianya gak ada.)

Gua keluar lagi. Di sepanjang pelataran sidewalk sekarang udah banyak resto-coffe shop yang fangki-fangki. Jaman gua blum ada tuh! Sirik. Di depan ada Meritus Mandarin (bener gak sih nulisnya? Dulu namanya cuma Mandarin doang). Tadinya mau masuk ke hotel itu buat makan Hainamnya. Entah kenapa tiba-tiba males. Stralah.

Berhenti dulu di depan asbak. Ngerokok. Sambung lagi.

Trus ada “Californian Health Centre”. Gua nggak ingat tempat ini dulunya apaan. Tapi yang pasti ngingetin gua akan Celebrity Fitness yang di EX. Orang olahraga kok ya diliatin. To see and to be seen. Ck..ck..ck. (yang di PI ntar katanya gak gitu lho).

Udah agak di ujung, akhirnya gua ganti sisi. Sisi kiri sekarang. Centerpoint. Dulu gua belajar bahasa Inggris di sini nih. In Lingua. Dalam Centerpoint masih segitu-segitu juga. Dari dulu gua di sini tempat ini memang salah satu yang agak lama. Walau ngga setua Far East dan Lucky Plaza. Palingan yang menarik “S11”nya. Format modern dari traditional hawker center. Dan 24 jam. Next time kayaknya asik nih nongkrong di sini.

Gua sambung lagi ke arah Douby Ghout. Ke arah istana. Gile, ini kaki udah kerasa kenceng sih. Mana belum cukup tidur lagi. Tapi nggak pa-pa. Ini Singapur Dik! Singapur! Nggak banyak juga yang berubah ataupun menarik untuk dilihat. OK then, fall back!

OG. Orang gile! Gua nggak pernah tau kepanjangannya apa. Yang gua tau, itu gedung kayaknya mau dikosongin jadi isinya pada di-sale semua. Jadilah gua beli 2 dasi for $10. Lumayanlah.

Berikutnya gua agak lupa ngelewati tempat apa aja. Yang pasti gua udah di depan HMV. Masuk. Ngubek-ngubek CD-CD dan nemuin my long lost memorable album. Album yang gua denger jaman di Singapur juga. It is the lovely Belinda Carlisle – Runaway Horses. Akhirnya ketemu lagi. Setelah berapa kali hilang-beli albumnya. Mudah-mudahan kali ini enggak. Mahal tau, belinya kudu ke Singapur.

Abis beli oleh-oleh buat Sarah, my wife, trus gua keluar lagi. Lagi-lagi gua nemuin coffee shop keren di sepanjang jalan. Rese. Next is Paragon. Buset deh tempat ini. Dari dulu sampe sekarang teteeeeup kelihatan mahal. Only selective brands get inside, although I know others also do but I just sense that this particular Paragon manages to keep their chin up. Gua hanya masuk lobby sebentar, ngeliat bentar, ngecek merk-merknya (mahal tentunya) dan ciao.

Lucky Plaza!
Hebat nih tempat. Masih idup. Tempatnya udah tua banget. Dagangannya juga nggak hype-hype banget. Bisa dibilang paling old school. Tapi tetep aja rame. Orang Cina dengan dagangan elektroniknya, orang India dengan dagangan tas/kopernya, money changernya, orang Filipino dengan toko kelontongnya. Oh ya, jarang orang Malay. Gak tau kenapa. Ada yang tau?

Next is Tang’s. I used to know this place as CK Tang. Nggak banyak berubah. 1st Fl perfumeries+cosmetics, 2nd ladies, 3rd men’s. Only the collections is like everything you desire. (iye..iye.. gua metromini..). Tapi gua mulai panik. Dari tadi gua nggak ngeliat barang anak-anak. Buat Kiara, bayi kecilku yang gemesin. Gimana nih? I just hoped I’d find it at the airport. Which was right.

Trus belok ke kanan. Scotts. Dulu di bawah hotel Hyatt ini ada bar namanya Branigan’s (sekarang Bricks). Hehe.. satu lagi tempat nongkrong ‘anak2 Indo’ pada waktu itu. Tapi gua bukan mau cerita ‘anak2 Indo’ di sini. Nanti sajalah.

Berikutnya adalah…. Far East Plaza!! Sengaja gua save the best for last. Dulu gua suka nongkrong di McDonald’s-nya (sekarang jadi Burger King). Pernah dipelototin polisi dikira anak berandal. Pernah diincer polisi gara-gara seragam sekolah gua. (East Payoh, one of the most high rated young criminals katanya). Waktu gua di situ, lucunya, ada juga ABG-ABG yang nongkrong dengan attitude yang menurut gua mirip dengan gua dulu. Sok asik, gaya 10juta, songong kalo rame (kalo sendiri cari temen). Lantas gua masuk. Masih agak mirip Lucky Plaza. Cuma positioning mereka sudah berubah. Gua nemuin banyak distro-distro di sini. Tampilan toko-tokonya mirip dengan kios-kios di ITC Fatmawati. Cuma lebih gede aja dan lebih ‘berwarna’. Atau pun.. lebih asik. 77th Streetnya juga masih ada! Tapi lebih segeran dari yang gua inget dulu. Toko ini jual asesoris-asesoris funky gitu deh. Dulu kita-kita ng-update penampilan pasti gak jauh ke sini.

Tapi yang paling bikin gua shock adalah LIPS. Gila. Pojok yang sama. Lay out yang sama. Berantakan yang sama. DAN PENJAGA YANG SAMA. Gokiiil gokil. Akhirnya gua cerita ke mereka bahwa gua dulu pernah di sini dst, dst. She may not remember me but that girl still remembers my time, my gang, our damages, our records. She even came up with some names, only not mine. I wonder does she actually live through out these 12 years. Same spot. Same activity. Year after year.

Gua?
Here and there. This and that. Gain this, lost that. Change this, just don’t loose your mind. Memang betul kata orang. You can’t turn back the clock. Bahkan kalau dipaksakan pun rasanya tetap tidak sama. Seperti saat ini gua berada di LIPS ini. Sekangen-kangennya gua akan Singapur, setelah mendapatinya ternyata nggak bisa seperti dulu. Dulu itu cuma ada di sanubari kita. Itu pun kalau kita mau menyimpannya.

Lu mau?

(di depan Paragon)


(“…what t’hell am I doin here
I don’t belong here..
I don’t belong here.”
Radiohead, Creep.)