Tuesday, June 28, 2005

Serial SIDIK

Image hosted by Photobucket.com

Teman-teman,
perkenalkan teman baru kita.. SIDIK!!
SIDIK akan ikut meramaikan dunia kita di pelipir zaman ini..
Nantikan seri-seri berikutnya!

Redaksi.

Monday, June 20, 2005

Khayalan Tingkat Tinggi

Image hosted by Photobucket.com"Aku bisa saja membunuhnya!" teriakku dalam hati.

Paling tidak dengan garpu makan. Atau pisau roti yang tertata di meja. Pura-pura menjatuhkan minuman yang kusaji, agar dia merunduk dan tergoroklah lehernya. Selesai! Manusia yang paling diburu dan dibenci orang itu pun bisa kuenyahkan seketika itu. 10 tahun penjara tak apalah. Mungkin juga orang-orang memaafkannya, karena toh manusia itu juga banyak yang mau membunuhnya. Atau menghukumnya. Atau apapun pilihan katanya, yang penting menderita.

Bertahun-tahun dibuatnya orang sengsara. Tertipu. Terperdaya dengan kedok-kedok rencana kemakmurannya. Memang dia makmur, kami tidak. Tidak sedikit yang sudah disingkirkan. Tidak sedikit juga yang menjadi buta. Atau yang bodoh. Atau yang tetap bodoh sekali pun. Kehancuran yang ditinggalkan pun tidak sedikit dibanding kerukan harta yang dia rampas dari masa keemasannya dulu. Dan banyak lagi. Tidak sedikit.

Walau pun demikian, dia masih santun dalam tutur katanya. Memesan makanan, bahkan menanyakan menu spesial hari ini, dan tak lupa memesan hidangan penutup. Tidak juga ramah seperti dugaanku. Kalau dia sudah tampil sangat bersahaja seperti sekarang, makan di restoranku yang juga sederhana ini, kenapa pula dia mesti arogan seperti dulu?! Namun ternyata aku salah. Air mukanya dingin saja.

Tapi mata itu. Mata itu tidak lagi mata yang mengelabui seperti dulu. Seperti yang kukenal. Seperti orang-orang takuti dan harus terkecut senyum. Mata itu padat sekali. Ruas-ruas retinanya seperti terlalu banyak untuk memancarkan ekspresi. Mungkin gambaran perjalanan hidupnya bisa terlihat di situ. Walau pun sudah kabut sekarang. Sejenak aku pun hampir tak bisa mengingat dosa apa yang membuatnya seperti sekarang ini. Terlalu banyak, aku pun malas menghitungnya.

Sekarang dia memanggilku. Akan membayar dia, pikirku.

Sekarang! Sekarang saatnya! Kau akan tentukan hidupnya. Kau bisa mengakhiri teka-teki ini. Pertanyaan, dendam, kesempatan orang untuk menjadi senang.. Sekaranglah!

Dengan limbung kuhampiri dia. Menanggapi panggilannya, menerima lembaran uang dan mengucapkan terimakasih. Kali ini balik dia yang menanggapi rasa penasaranku.

"Kau ingin mati?" tanyanya.
"Tidak" jawabku. Tentu saja kaget. Aku tidak siap dengan pertanyaannya.
"Kau ingin mati bersamaku?" dia bertanya lagi.

Sial! benar juga dia. Untuk apa aku mati bersamanya. Aku terpaku. Benar-benar membatu. Geram, marah, bingung perlahan-lahan menjadi bius yang membuat aku takut. Tak jelas takut akan apa.
Dia pun beranjak dari kursinya. Menganggukkan kepala dan berjalan keluar. Aku masih terpaku. Mulai lunglai. Pandanganku berkunang-kunang, terhuyung-huyung dan kemudian jatuh.

Sekitar satu jam kemudian aku terbangun oleh kapas alkohol yang disengatkan ke lubang hidungku. Pandanganku masih berkunang-kunang tak sepenuhnya sadar. Orang-orang di sekelilingku pun ramai. Satu-satu bertanya dan mencecar. Cukup untuk membuatku pingsan lagi. Dalam penjelasan singkat dari mereka aku pun diceritakan duduk perkaranya.

Dia ditemukan mati di depan pintu restoranku. Diagnosa mengatakan penyebab kematiannya adalah kolesterol berlebihan.

Aku? Apakah aku membunuhnya juga? Entahlah. Pemeriksaan masih akan berlanjut sampai dengan 1 bulan ini. Atau lebih. Entahlah..

Friday, June 17, 2005

Wah.. Rokenrol Nih!

Kalo dibilang durhaka sih, enggak. Gua ngga durhaka-durhaka amat buat ngedengerin musik lain selain rock n roll. Dan untuk lebih tegas lagi, gua gak pernah ninggalin rock n roll.

Sampai suatu saat gua disamperin seorang temen. Dia minta dibuatin cover CD buat albumnya. Dengan senang hati gua langsung menyambut tawaran itu. Dan meyakinkan dia akan gua kerjakan walau apa pun harganya. Rock n roll gituloh!! Sepulangnya di rumah gua langsung duduk tertib ngedengerin demonya. Satu, dua, tiga lagu terlewatkan. Sambil sesekali mengagumi lagu-lagunya yang 'yang beginian juga rock n roll coy! Plis deh', imajinasi absurd tentang gambar-gambar yang mau ditampilkan pun mulai bersliweran. Gua pun tersenyum sumringah, satu rock n roll lagi lahir. Ngga ada matinya!

Besoknya, di suatu kesempatan yang langka, koran yang pada hari Jumat itu hanya menampilkan iklan-iklan properti, menyelip satu berita gembira. Tertulis di situ "Roger Waters akan sepanggung lagi dengan Pink Floyd". Perseteruan mereka selama puluhan tahun pun cair atas satu gerakan yang menghimbau negara-negara G8 untuk berderma lebih proporsional pada negara miskin lain. Itu juga atas usaha dari Bob Geldof sebagai penggalang acara gerakan tersebut.

Kalau boleh berteori sedikit, gua agak meragukan alasan tersebut. Masa sih? Hanya beralasan gerakan kemanusiaan?
Bukannya rock n roll yang jadi alasan semuanya itu? Apa pun hajatannya rock n roll hanya akan terus berderum di hati masing-masing. Dan gaungnya pun tidak sekedar imajinasi-imajinasi absurd sebuah cover CD. Atau sekedar menyanyikan ulang lagu-lagu favorit kita. Atau pun, hehehe, sekedar beratribut rock n roll belaka. Dan lebih lucu lagi mungkin, berteman dengan kaum rock n roll.

Ketika dunia sedang lapar, dunia sedang perang, dunia sedang rasis, dunia sedang bencana, all we want to do is do it with rock n roll. Bahkan rock n roll mungkin lebih dulu peduli dengan semua dunia itu.

Mungkin agak berlebihan. Tapi coba kita pikir lagi...
In Great Spectacular Memory of Michael Kamen, 1948 - 2003.

Sunday, June 12, 2005

Somewhere Only We Know [di pelipir zaman]

Bulan November 2004 yang lalu gua berlari-lari ke barbershop untuk memotong rambut. Hampir plontos, tapi masih menyisakan sekitar 1 centimeter di setiap permukaan kepala gua. Apa sebab? Gua baru saja menyaksikan trailer dari film Ocean’s Twelve. Di situ Brad Pitt ternyata sudah mencukur habis rambutnya. Ya, sependek gua waktu itu lah.

Jadi, sekarang ini gua mau potong rambut lagi gara-gara film Mr&Mrs Smith sedang tayang di bioskop? Enggak juga sih. Tapi paling ngga gua udah punya rencana lain dengan rambut gua ini. Tunggu aja.

Sama halnya dengan bergantinya judul dari blog gua sekarang ini. Semata-mata adalah mengikuti perkembangan yang sedang berlangsung. Judul “Somewhere Only We Know” yang dulu menjadi ‘headline’ blog ini sudah berganti dengan “di pelipir zaman”.

Waktu mengusung nama Somewhere Only We Know memang gua sedang tergila-gila dengan lagu yang dibawakan Keane ini. Lagunya keren. Liriknya bikin manyun. Inggrisnya pun kerasa banget. Di sisi lain arti dari Somewhere Only We Know, bagi gua, juga menyiratkan satu pengalaman kesendirian yang sangat pribadi. Hingga kalau ada pun yang tau, hanya kita saja yang tau.

Berangkat dari perjalanan kesendirian mengembara dalam kata-kata itulah akhirnya gua menemukan lagi satu tempat persinggahan. Entah siapa yang menemukannya pertama kali, tetapi kalau pun kita bersama-sama di sini, enjoygeboy sajalah.

Di sini, di pelipir zaman, kita bisa bertemu lagi dengan ruang yang usang. Bercengkerama lagi dengan nostalgia. Bermenung pula dengan esok. Berkarya dengan khayalan. Bersemangat dengan makian. Mengingat sebentar apa yang terlewatkan.

Seperti celana cutbray. Seperti G30S PKI. Seperti Swara Mahardika. Seperti Balada si Roy. Seperti Roel Dijkstra. Seperti Gus Dur. Seperti Club Eighties. Seperti sekarang.

Zaman hanya akan berulang. Mari kita melipir sejenak.

Wednesday, June 08, 2005

Hujan, Sekali Lagi.

Image hosted by Photobucket.com
Sore itu pukul 4.30, hujan.
Sebentar lagi jam pulang kantor. Pasti macet dah. Seperti pernah gua bahas di tulisan sebelumnya, pikiran-pikiran standar akan hujan di kota metropolitan pun muncul. Apalagi kalo bukan macet.

Teman-teman lain di kantor juga mulai misuh-misuh. Beberapa dari mereka terpaksa harus membatalkan rencananya atau paling tidak merevisi jadwal ketemuan setelah after office. Gua cuma bisa tersenyum kecil ngeliat itu semua. Bukan apa-apa, mau dibilang apa lagi.. Emang udah kayak gitu bukan? Hehehe.. Lagian sejak kapan gua bisa pulang tenggo jam 5? Eperteising gitu lhoooh..

Gua tinggalin mereka ke belakang untuk ngerokok. Di sana udah duduk Pak Budi Tato di pojokan. Ngerokok sambil termenung di depan jendela memandangi mobil-mobil yang mulai membentuk barisan semut. Nikmat sekali tampaknya. Untuk mengetahui keberadaan gua di situ, gua pun menegur Pak Budi Tato. Lengkap dengan obrolan santainya:

"Wah.. Ujan nih Pak. Kayaknya bakal macet lagi deh nih." ujar gua. Lantas gua mulai berceloteh tentang hal yang itu-itu lagi (Iya, tentang hujan di kota metropolitan. Red). Basi banget deh gue! Rutukan kok dijadiin basa-basi sih Dik?.
Cukup panjang penjabaran gua tentang situasi hujan tadi ke Pak Budi. Dia sesekali hanya menanggapi dengan "heheh..heheh.." sambil tak lupa senyum.

Sampai akhirnya gua udah kehabisan enerji dan bahan untuk ngalor ngidul, dia pun mulai berbicara. Sedikit sekali. Begini: "Yah lumayan lah Dik. Hujan sejam saja udah bisa ngebersihin pohon-pohon dari debu mobil-mobil itu.."

Sesaat terdengar gledek yang keras banget!
Bukan di luar sana. Di hati gua.

Pak Budi ngga perlu tau tentang kemacetan yang ditimbulkan hujan. Atau banjir yang mengancam karena hujan berlebihan. Apalagi rutukan gua!
Dia cukup senang dengan bersihnya dahan dan ranting tinggi, yang hanya hujan yang bisa menyapunya. Dia sangat terhibur melihat daun yang hijau berkilau, warna kayu yang segar dan harum tanah yang semerbak setelah hujan.

Sekali lagi dia ngga perlu tau segala rutukan gua, produk metropolitan.

"Seperti hujan, kau basahi jiwa yang kering.."
Hidup Itu Indah, Dewa

Sunday, June 05, 2005

Dia dan Rahasia (untuk) Sejuta Umat

Kesetiaan. Hanya itu yang aku punya.

Setiap pagi aku pergi berkerja kata-kata itu yang selalu terucap dalam doa. Doa agar tidak terganggu dari segala godaan. Yang selama berpuluh-puluh tahun telah kuemban.

Image hosted by Photobucket.comRitual sakral dengan fasih kulakukan. "Mengantar dokumen penting" hanya itu yang mereka tahu. Aku pun lantas pergi ke toilet. Berganti pakaian. Menyusup dari pintu belakang. Lantas menuju ke dalam mobil container itu. Di dalamnya aku memakai lagi topeng penutup wajah dan setelah itu meringkuk masuk ke dalam peti kemas yang sudah disediakan.

Tak lama kemudian supir pun datang dan membawa mobil itu ke tempat tujuan. Aku pun tak pernah tahu di mana. Tak ada yang pernah tahu. Supir yang mengantarkanku pun tidak tahu sebenarnya dia sedang membawaku di dalam peti kemas itu. "Mengantar supply barang" hanya itu yang dia tahu.

Kalau peti kemas sudah berguncang-guncang, artinya aku sudah sampai. Di sana, seperti biasa, aku pun menemui orang-orang yang bertopeng. Dari semua mereka yang bertopeng, salah satunya adalah Tuanku. Bisa kukenali dengan bahasa isyarat tubuhnya, dia suka menggaruk selangkangannya.

Mereka akan menggiringku ke dalam ruang kaca kedap suara itu. Ruangan itu seperti ruangan investigasi yang biasa terlihat di film-film polisi. Cermin satu arah, mereka dapat melihatku, namun aku tidak bisa melihat mereka.

Aku pun mulai bekerja. Meracik campuran bahan-bahan tersebut. Berpuluh-puluh tahun kulakukan ini. Tak boleh salah. Setiap sendok harus tepat. Setiap iris harus rapih. Tak ketinggalan, cara mengaduknya pun harus dengan jurus yang benar. Tak ada teknologi canggih pun yang bisa menyamai formula ini. Berkali-kali orang lain mencoba, tidak pernah berhasil. Paling hanya 60% dari aslinya.

Demikian formula itu pun selesai. Tugasku sudah selesai. Sekarang giliran tim pembagi yang akan menakar tiap-tiap kantung ajaib (begitu kami menyebutnya) itu. Untuk kemudian disebarluaskan.

30 menit yang melelahkan. Tetapi sangatlah penting. Menyangkut ribuan orang, jutaan bahkan. Pernah aku tergoda untuk sesekali melenceng dari skenario ini. Bahkan berpikiran untuk membocorkannya. Namun harga dari sebuah kesetiaan terlalu besar untuk dibandingkan dengan pikiran sesaat tadi.

Mereka pun memulangkanku. Kali ini tak lagi bertopeng. Tapi selalu bersama Tuanku. Aku akan diturunkan di suatu tempat umum. Dari situ aku akan mencari kendaraan umum untuk kemudian kembali ke kantor. Tidak lupa Tuanku memberi kantongan plastik bertuliskan "Toko Roti Djaya". Tampak seperti bungkusan roti yang lezat, tetapi dalamnya mudah ditebak, uang. Itulah gajiku sebenarnya, si peracik formula bumbu mie instan.

[Terinspirasi dari tulisannya Sesek di blognya. Tengkyu Sek! hehehe..]

Wednesday, June 01, 2005

Wasisusey ? [What did you say?]

Bahasa Inggris mau tidak mau memang sudah menjadi henfon yang bikin kita merasa tidak nyaman kalau tidak membawanya di kesehariannya. Di berbagai negara Asia saja, bahasa ini sudah menjadi second language yang digunakan setelah bahasa ibu/nasionalnya sendiri. Misalnya saja Malaysia, Thailand, Korea dan sebagainya.

Memang tidak menjadi keharusan seseorang harus bisa berbahasa Inggris dengan sempurna, begitu pula dengan aksen-aksennya. Sah-sah saja orang berbahasa Inggris dengan aksen/logat daerah masing-masing. Orang Rusia dengan logat "rrr"nya yang kental. Orang Afrika dengan vokalisasi yang sangat jelas. Orang Perancis dengan aksen yang sangat sexy menurut 80 persen wanita di dunia. Atau orang Itali dengan logat filem-filem mafianya. Something like that lah.. Ya kan? Fogetabout it!

Tapi alangkah disayangkan kalau kita tidak dapat memahami sepenuhnya bahasa tersebut. Lebih-lebih lagi, kita menanggapinya dengan maksud yang salah pula. Bisa ditebak, kejadian Menara Babel pun seperti terulang kembali. Hanya saja bahasa yang dipakai cuma satu, tidak beragam-ragam. Dan kesalah-pahaman pun bisa berlarut-larut diakibatkan pemahaman yang kurang.

Hal ini terjadi beberapa waktu yang lalu. Ketika dalam suatu forum seseorang sedang berpresentasi tentang sebuah program tahunan sebuah produk dalam bahasa Inggris. Secara garis besar orang ini hanya memaparkan konsep yang akan dijalankan dalam setahun. Namun kemudian salah satu anggota forum mulai menanyakan hal-hal diluar materi presentasi tersebut. Tanggapan tersebut jelas tidak mendapat jawaban yang memuaskan karena toh topik pembahasan sedang tidak membahas hal tersebut. Maka terjadilah forum debat yang cukup melelahkan. Dan dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa yang orang-orang belum mengerti sepenuhnya.

Kesalahpahaman tadi bisa berakibat: sebel. Bisa berakibat, hubungan yang tidak baik. Bisa juga berakibat hilangnya mata pencaharian. Bisa macam-macam lagi yang nadanya tidak akan terdengar enak.

Anyway, izinkan gua memaparkan salah satu contoh kesalahpahaman tersebut.

Berikut ceritanya:
Di kantor, teman gua datang ke meja gua dengan wajah BT. Baru saja dia kencing di toilet dan mendapati aroma 'pemboman' yang amat sangat. Katanya begini, " Resek! Itu orang-orang pada ngga tau etika boker di tempat umum apa ya?! Tega-teganya bikin bau satu ruangan. Mestinya nih, begitu bomnya keluar, flash!.. Kalo keluar lagi diflash lagi!!.. Gitu dong.. Jadi efek baunya ngga sempat ke mana-mana..."

Flash!..Flash! Flash Gordon!