Setelah 9 Juli 2014
"Kita sudah melawan, Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Sebuah kutipan dari buku Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer. Kelak, kalimat ini dipakai banyak manusia di bumi Indonesia sebagai simbol perjuangan titik darah terakhir mereka akan sebuah usaha. Sebuah romantisme perjuangan.
Saya sendiri memang pernah memilih momen yang tepat untuk mengicaukan kalimat tersebut pada pemilihan gubernur DKI periode lalu di Twitter, sehari sebelum pemilihan. Waktu itu saya mendukung Jokowi. Lalu beliau menang. Amboi senangnya.
Gimana tidak, ketika saya sedang berpengharapan, seakan mendapat jawaban langsung bahwa doa itu terkabul. Meski prosesnya tidak semimpi indah itu. Masih harus melalui intrik-intrik politik papan yahud sampai papan tulis. Menahan geram akan badai serangan yang logis dan tidak. Miriplah dengan kondisi beberapa waktu barusan sebelum 9 Juli 2014 ini.
Iya,sehari sebelum pemilihan presiden itu memang terpikir untuk kembali mengicaukan kalimat itu di sosial media. Sebagai simbol capek, mungkin. Soknya gitu. Hahaha.
Untung saja saya tidak jadi mengicaukannya.
Keadaan berkata lain. Hasil quick count runyam. Pun memang tidak resmi juga untuk mengandalkan hasil tersebut, tapi fenomena yang terjadi kembali meresahkan. Rauwis-uwis kalau kata hestek di sosial media.
Gelombang persaingan menuju kemenangan kembali digelar. Medan perangnya pun berbeda. Tidak lagi fitnah yang kemarin. Tidak lagi dengan persuasi kreatif. Walau masih bisa lebih kreatif. Walau apa iya masih main fitnah? Hahahaha.
Sekiranya saya puas dengan meminjam kalimat Pram tadi sebagai tonggak perjuangan. Kali ini jelas salah. Kali besok pun ternyata masih salah.
Nyai Dasima, dalam cerita itu, mengatakan kalimat itu dalam sebuah keputus-asaan yang tak tertolong. Atas sebuah 'ajal' yang dia tahu akan sampai, setelah semua yang dia telah upayakan.
Tapi tidak hari ini. Siape lo?
Menang atau kalah pun hasilnya nanti, PR kita tidak selesai di perayaannya. Menang, ya, terusin semua pembenahan yang memang harus dilakukan. Nyatakan semua yang menjadi harapan di masa kampanye. Walk the talk.
Kalah? Ya terus perjuangkan sampai punya kesempatan lagi nantinya.
Enggak, gak ada yang bilang dua kondisi itu gampang.
Karena perjuangan ya emang #rauwisuwis.
Sebuah kutipan dari buku Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer. Kelak, kalimat ini dipakai banyak manusia di bumi Indonesia sebagai simbol perjuangan titik darah terakhir mereka akan sebuah usaha. Sebuah romantisme perjuangan.
Saya sendiri memang pernah memilih momen yang tepat untuk mengicaukan kalimat tersebut pada pemilihan gubernur DKI periode lalu di Twitter, sehari sebelum pemilihan. Waktu itu saya mendukung Jokowi. Lalu beliau menang. Amboi senangnya.
Gimana tidak, ketika saya sedang berpengharapan, seakan mendapat jawaban langsung bahwa doa itu terkabul. Meski prosesnya tidak semimpi indah itu. Masih harus melalui intrik-intrik politik papan yahud sampai papan tulis. Menahan geram akan badai serangan yang logis dan tidak. Miriplah dengan kondisi beberapa waktu barusan sebelum 9 Juli 2014 ini.
Iya,sehari sebelum pemilihan presiden itu memang terpikir untuk kembali mengicaukan kalimat itu di sosial media. Sebagai simbol capek, mungkin. Soknya gitu. Hahaha.
Untung saja saya tidak jadi mengicaukannya.
Keadaan berkata lain. Hasil quick count runyam. Pun memang tidak resmi juga untuk mengandalkan hasil tersebut, tapi fenomena yang terjadi kembali meresahkan. Rauwis-uwis kalau kata hestek di sosial media.
Gelombang persaingan menuju kemenangan kembali digelar. Medan perangnya pun berbeda. Tidak lagi fitnah yang kemarin. Tidak lagi dengan persuasi kreatif. Walau masih bisa lebih kreatif. Walau apa iya masih main fitnah? Hahahaha.
Sekiranya saya puas dengan meminjam kalimat Pram tadi sebagai tonggak perjuangan. Kali ini jelas salah. Kali besok pun ternyata masih salah.
Nyai Dasima, dalam cerita itu, mengatakan kalimat itu dalam sebuah keputus-asaan yang tak tertolong. Atas sebuah 'ajal' yang dia tahu akan sampai, setelah semua yang dia telah upayakan.
Tapi tidak hari ini. Siape lo?
Menang atau kalah pun hasilnya nanti, PR kita tidak selesai di perayaannya. Menang, ya, terusin semua pembenahan yang memang harus dilakukan. Nyatakan semua yang menjadi harapan di masa kampanye. Walk the talk.
Kalah? Ya terus perjuangkan sampai punya kesempatan lagi nantinya.
Enggak, gak ada yang bilang dua kondisi itu gampang.
Karena perjuangan ya emang #rauwisuwis.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home