Wednesday, January 17, 2007

Kita Hanya Bisa Mengkritik

Mungkin sepanjang perjalanan sejarah negeri ini Presiden SBY yang paling sial. Bagaimana tidak, bertubi-tubi kejadian sial telah menimpa negerinya pada saat dia memerintah. Bencana alam, musibah dan kecelakaan semua dalam skala yang besar dan cukup menjadi materi berita di televisi-televisi manca negara. Dalam dapur pemerintahannya juga tidak sedikit yang perbincangan. Perbincangan negatif tentunya. Dari skandal korupsi sampai seks sekalipun cukup mewarnai pemerintahannya. Cukup untuk menudingkan telunjuk dan mengatakan "You tidak oke punya lah you..." dan sebagainya.

Namun tidak bisa gua bayangkan sekiranya rentetan sial tadi tidak terjadi. Baik dalam pemerintahan SBY atau siapa pun. Mungkin tidak akan terjadi apa-apa. Tidak ada yang bereaksi dan mencoba berbuat sesuatu. Mungkin kita tidak pernah (berani) melihat sesuatu yang salah sedang terjadi.

Festival Film Indonesia bergejolak. Satu-satunya ajang perfilman negeri ini yang notabene selalu mengalami pasang surut semangat kembali dipertanyakan kualitasnya. Entah siapa yang memulai piala-piala anugerah itu dikembalikan beramai-ramai. Konon si ini dan si itu tidak layak menjadi pemenangnya kalau dibandingkan dengan si itu dan si ini. Berikut faktor orisinalitasnya, konooooon tidak orisinal. Hari gini, masih ada yang orisinal? Tapi okelah. Setiap 'insan' berhak menentukan sikapnya.

Mungkin sudah saatnya membuat lagi ajang-ajang seperti itu. Daripada hanya berkutat ke satu permasalahan yang itu-itu lagi. Orangnya, ya yang itu-itu lagi. Si ini dan si itu. Dan mestinya sih harus jauh lebih bagus dari pendahulunya kalau tidak mau dibilang sia-sia. Daripada sekedar membuat versi yang berbeda tanpa keunggulan yang melejit.

Misteri hilangnya pesawat AdamAir masih menjadi topik yang paling hangat saat sekarang ini. Mampu menggeser misteri Alda, AA Gym kawin lagi dan beberapa topik hangat lainnya. Maklumlah, insiden ini menyangkut nyawa banyak orang (yang bisa dikatakan tewas). Ironisnya sedikit sekali data yang mengacu kepada bencana alam. Segala data dan kemungkinan yang dikumpulkan semuanya mengacu pada human error. Sejumlah pakar lantas mulai berbicara akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Terkuaklah segala macam kekurangan dari layanan penerbangan selama ini.

Sepertinya kita diingatkan akan pentingnya sebuah standar. Standar lho. Bukan peraturan. Peraturan akan sangat gampang dibuat. Dan kemudian dilanggar. Tidak lagi akal-akalan membawa penumpang di atap kereta api demi masuknya setoran. Tidak lagi menggunakan bahu jalan sebagai jalur lebih lebih cepat. Tidak juga memberhentikan pengemudi setelah melanggar peraturan lalu lintas daripada mencegahnya terjadi.

Sudah cukup?
Enggak. Masih banyak lagi bagai debat kusir. Gua sendiri sebenarnya masih malu menuliskan ini. Bertutur tentang masalah dan analisanya namun belum bisa memberikan solusi.

Wednesday, January 03, 2007

Repost. Reyear.

Sejarah klasik berulang lagi, Tahun Baru.

Ada kegamangan di hari-hari pertama bulan Januari. Selalu begitu. Baru kembali dari liburan. Sms-sms tahun baru yang bejubel dari teman-teman ‘satu tahun sekali baru berhubungan maklum udah pada lain dunia’. Resolusi-resolusi suam-suam kuku. Harapan-harapan lagi. Masalah-masalah yang kembali teringatkan. Ancang-ancang tahunan. Baju baru, badan sama.

Selalu ada yang hilang.
Selalu ada yang dianggap baru.
Selalu ada yang dilihat usang. Hanya karena dilihat terus-terusan.
Selalu ada yang diharapkan berubah. Hanya karena sudah bosan. (atau mentok?)
Selalu ada yang hilang.
Selalu ada yang bilang, “Met taun baru ya!”
Selalu begitu.
Jadi apa yang baru?

Mari kita lupakan Tahun Baru sekali ini saja. Tahun depan dia datang lagi. Seperti jodoh, nggak kan ke mana-mana.