Thursday, August 30, 2007

Teori Senar Gitar

Buat yang bermain atau mengerti gitar pastilah tahu yang namanya senar. Senar atau dawai atau 'tali' yang bersusun sejajar dari badan hingga leher gitar. Keenam senar tersebut bernada (dimulai dari bawah) E-B-G-D-A-E. Urutan nada tersebut yang nantinya menciptakan kegilaan-kegilaan dalam musik seperti halnya do-re-mi di tuts piano.

Namun ada yang menarik selama puluhan tahun gua memainkannya (Iya. Puluhan. Silakan menebak seberapa lama atau seberapa tua gua.)

Memilih senar gitar sebenarnya tidak begitu susah. Hanya dibedakan apakah berbahan nylon atau string. Merk apa saja sebenarnya sama dalam durasi pemakaiannya.

Pengalaman bersama senar gitar ini yang menarik.

Pada awalnya senar gitar dipasang, diperlukan kesabaran dalam penyesuaiannya dengan nada. Senar harus membiasakan 'diri' dengan keregangan fisiknya. Maklum ketika dibeli, dia dikemas dalam bentuk gulungan. Seperti ketika kita bangun pagi dan harus segera jogging. Pastinya diperlukan pemanasan.

Setelah kemudian semua senar bernada pas, barulah kita bisa memainkan gitar tersebut dengan enak. Semua lagu dan musik bisa keluar menurut emosinya. Lagu riang, melankoli, cadas maupun cengeng. Dalam permainannya acap kali senar tersebut mendapat perlakuan macam-macam. Dibendinglah, disayatlah, dicabiklah, dipetiklah atau bisa juga sekedar dirambas. Senar itu menjadi media sentral penyambung emosi dari segala macam perasaan. Mirip seorang sahabat yang bisa kita ceritakan apa saja. Rahasia sekalipun.

Barulah ketika beberapa lama senar ini menjadi tempat curhatan tadi, sesuatu mulai berubah. Layaknya sebuah produk, tentunya mempunyai masa kadaluarsa. Stamina manusia saja akan menurun menurut umurnya.
Mulailah senar tersebut mengalami pengenduran. Seperti awalnya tadi, kesabaran kita diperlukan lagi ketika misalnya tiba-tiba di tengah lagu nada yang kita dapat mendadak fals. Paling sering, selama puluhan tahun gua memainkannya, yang mulai bikin masalah adalah si senar D (urutan keempat, dari bawah). Kita pun mulai mengumpat dengan nada yang sumbang ini. Untuk beberapa yang menjadikan gitar hanya sebagian dari penghias ruangan atau lingkungan mungkin gitar tadi hanya akan ditelantarkan. Seperti mainan yang sudah usang. Berbeda dengan orang yang menjadikan gitar sebagai penyambung hidup, pastinya mereka akan segera menggantinya dengan yang baru, kalau tidak mau dapurnya nggak ngebul.

Konon salah satu musisi kita pernah mendapat kecelakaan ketika sedang bermain gitar. Ketika memainkannya, salah satu senarnya putus dan melenting mengenai matanya. Dari saat itu ia kerap mengenakan kacamata hitam sebagai tameng penampilannya.

Ini pun menyakitkan. Ketika di tengah permainan harus terhenti karena ada senar yang putus. Pilihannya adalah melanjutkan musik dengan harmoni yang tidak lengkap atau tidak sama sekali karena nada yang harus dipetik bertepatan dengan senar yang putus. Tapi memang resiko yang harus dijalani.

Cepat atau lambat senar gitar itu harus diganti.

Karena tidak ada semangat yang tidak luntur. Karena tidak ada hidup yang tidak membutuhkan pembaharuan. Karena tidak ada inspirasi yang bertahan lama.

Semua harus berganti.

Labels: ,

Thursday, August 09, 2007

Ada Gempa Lagi...

Tadi sekitar 20 menit yang lalu ada gempa. Cukup terasa karena gua dan istri masih bangun. Masih khawatir akan apa yang akan dilakukan, kita pun menyalakan TV untuk mencari berita.

15 menit browsing di televisi lokal belum ada juga yang melaporkan berita gempa tadi. Masih sibuk dengan kemenangan Fauzi Bowo - Prijanto. Hingga akhirnya berita itu muncul di CNN. Bahwa gempa itu berasal dari selatan laut Jawa dengan kekuatan 7,4SR. Berikut dengan laporan pandangan langsung oleh koresponden mereka di sana. Yang bukan orang Indonesia, pula.

Mirip cerita gempa dulu di Nias.
Waktu itu televisi kita sibuk dengan berita kongres PDI yang diliput secara live.

Mungkin kebetulan sekali bahwa kegiatan politik sepertinya berbarengan terus dengan bencana alam. Pun itu kesimpulan konyol.

Gua hanya prihatin akan ketanggapan kita dalam melihat/mengabarkan kondisi di sekitar. Kenapa mesti orang lain yang tahu duluan daripada kitanya sendiri.

Kenapa tidak secepat kamera-kamera infotainment itu menyerbu sasarannya.
Kenapa tidak secepat gossip si ini ada apa-apa dengan si itu.
Kenapa tidak secepat quick count pemungutan suara (pun cukup disukuri yang satu ini).

Kenapa ya?