Revisi #31
Inilah momen yang sering bikin gua gugup setiap kali menghadapinya: ulang tahun.
Setiap jam 12 malam, awal dari hari spesial itu, gua pasti akan tersenyum kikuk. Biasanya akan dimulai dari ucapan orang-orang terkasih, terdekat, tercinta. Demikian seterusnya di pagi harinya. Melalui ucapan langsung, kiriman kartu, telepon interlokal, pesan-pesan di penyeranta, email dan SMS.
Gua selalu kesulitan mencari jawaban yang pantas untuk membalas ucapan-ucapan tersebut. Entah kenapa. Tentu saja yang mereka ucapkan adalah doa akan segala sesuatu yang baik. Semoga panjang umur. Murah rejeki. Berada dalam perlindunganNya selalu. Tercapai apa yang dicita-citakan. Semuanya pasti bermuara kepada hal yang baik. Menuntut sebuah traktiran pun masih dalam niatan baik lho. Berkumpul bersama, haha-hihi, perut kenyang dan dibayarin. Baik toh?
Namun mungkin gua terlalu 'manusia' untuk semua itu. Segala ucapan doa nan baik tadi seakan-akan menjadi sebuah cermin dari pencapaian umur yang bertambah ini. Gua seperti dihadapkan kepada gambaran akan hal baik tadi dan kemudian membandingkannya dalam realitanya. Apakah sudah tercapai keinginan ina-inu? Sudah semakin baikkah gua terhadap sesama? Apa saja yang bisa dilakukan menuju perbaikan-perbaikan itu? Dan seterusnya...dan seterusnya. Seakan-akan semuanya berubah menjadi beban tersendiri. Kegelisahan tersendiri.
Demikian pula dengan doa di akhir hari baik itu (sebuah aktifitas yang kerap gua lakukan ketika hari ulang tahun itu akan berakhir, merenung, flash back.) Dari banyak sekali doa tiap tahun yang bisa gua ingat, meski (lagi-lagi) segala yang gua doakan adalah segala kebaikan, ternyata beragam sekali pernak-perniknya dari tahun ke tahun. Semuanya mengalami evolusi. Tahun ini minta itu. Tahun lalu minta ini. Tahun itu minta yang ono. Beberapa tahun lalu pengen ntu.
Revisi. Revisi. Revisi.
Ternyata ini biang kerok si muka kikuk itu! Ternyata perdebatan ini yang selalu mengawali detik-detik hari ulang tahun itu.
Kesetian akan suatu tujuan dipertanyakan.
Kemauan untuk selalu punya harapan, diingatkan kembali.
Kebesaran hati untuk sebuah perubahan terasa selalu kurang lebar walau seluas lapangan Emirates Stadium sekalipun.
Mungkin singkatnya, gua tuh harus menjadi manusia 'utuh' lagi, baru deh tuh pesta pora haha-hihi dapet kado dll.
Ini kali pertama gua memahami sisi lain dari sebuah kata revisi. Tidak melulu sesuatu yang salah harus diperbaiki. Tidak melulu harus ada yang salah. Tidak ada juga yang mengatakan salah kepada kita. Ternyata kata kuncinya adalah: berkembang. Dan yang lebih seru lagi, semuanya itu buat diri kita.
Ih, rasanya kayak hari kedua setelah gajian, rasanya pengeeeeen deh ulang tahun lagi.
Ya Tuhan, ini revisiku. Terimakasih. Amin!
Setiap jam 12 malam, awal dari hari spesial itu, gua pasti akan tersenyum kikuk. Biasanya akan dimulai dari ucapan orang-orang terkasih, terdekat, tercinta. Demikian seterusnya di pagi harinya. Melalui ucapan langsung, kiriman kartu, telepon interlokal, pesan-pesan di penyeranta, email dan SMS.
Gua selalu kesulitan mencari jawaban yang pantas untuk membalas ucapan-ucapan tersebut. Entah kenapa. Tentu saja yang mereka ucapkan adalah doa akan segala sesuatu yang baik. Semoga panjang umur. Murah rejeki. Berada dalam perlindunganNya selalu. Tercapai apa yang dicita-citakan. Semuanya pasti bermuara kepada hal yang baik. Menuntut sebuah traktiran pun masih dalam niatan baik lho. Berkumpul bersama, haha-hihi, perut kenyang dan dibayarin. Baik toh?
Namun mungkin gua terlalu 'manusia' untuk semua itu. Segala ucapan doa nan baik tadi seakan-akan menjadi sebuah cermin dari pencapaian umur yang bertambah ini. Gua seperti dihadapkan kepada gambaran akan hal baik tadi dan kemudian membandingkannya dalam realitanya. Apakah sudah tercapai keinginan ina-inu? Sudah semakin baikkah gua terhadap sesama? Apa saja yang bisa dilakukan menuju perbaikan-perbaikan itu? Dan seterusnya...dan seterusnya. Seakan-akan semuanya berubah menjadi beban tersendiri. Kegelisahan tersendiri.
Demikian pula dengan doa di akhir hari baik itu (sebuah aktifitas yang kerap gua lakukan ketika hari ulang tahun itu akan berakhir, merenung, flash back.) Dari banyak sekali doa tiap tahun yang bisa gua ingat, meski (lagi-lagi) segala yang gua doakan adalah segala kebaikan, ternyata beragam sekali pernak-perniknya dari tahun ke tahun. Semuanya mengalami evolusi. Tahun ini minta itu. Tahun lalu minta ini. Tahun itu minta yang ono. Beberapa tahun lalu pengen ntu.
Revisi. Revisi. Revisi.
Ternyata ini biang kerok si muka kikuk itu! Ternyata perdebatan ini yang selalu mengawali detik-detik hari ulang tahun itu.
Kesetian akan suatu tujuan dipertanyakan.
Kemauan untuk selalu punya harapan, diingatkan kembali.
Kebesaran hati untuk sebuah perubahan terasa selalu kurang lebar walau seluas lapangan Emirates Stadium sekalipun.
Mungkin singkatnya, gua tuh harus menjadi manusia 'utuh' lagi, baru deh tuh pesta pora haha-hihi dapet kado dll.
Ini kali pertama gua memahami sisi lain dari sebuah kata revisi. Tidak melulu sesuatu yang salah harus diperbaiki. Tidak melulu harus ada yang salah. Tidak ada juga yang mengatakan salah kepada kita. Ternyata kata kuncinya adalah: berkembang. Dan yang lebih seru lagi, semuanya itu buat diri kita.
Ih, rasanya kayak hari kedua setelah gajian, rasanya pengeeeeen deh ulang tahun lagi.
Ya Tuhan, ini revisiku. Terimakasih. Amin!