My Game is Fairplay!
Mungkin gua tidak akan pernah menjadi wasit.
Atau moderator sebuah debat kusir. Atau komentator sebuah pertandingan bola dan pertandingan olah raga lainnya.
Tidak pernah terbayangkan oleh gua kalau melihat teman gua si Polan sedang bertanding dengan lawannya, dan pada pertandingan itu dia harus mengalami kekalahan atau kecurangan atau pun hal-hal merugikan yang senada. Atau juga bisa jadi si Polan tadi yang justru menjadi pelaku kecurangan tadi.
Entah itu keterkaitan emosional atau keterikatan sebuah nama bangsa yang mungkin menjadi alasan gua untuk tidak mau menjadi orang yang berdiri di tengah dua belah pihak yang sedang berlawanan.
Semua ini memang mungkin. Bisa saja tidak. Bisa saja suatu hari nanti gua akan menjadi orang yang sangat arif dan tegas untuk menegakkan mana yang benar dan salah di permasalahan apa pun.
Paling tidak ini ekspresi keberatan gua akan Inggris di Piala Dunia 2006 ini.
Dari empat pertandingan yang mereka laksanakan, memang hanya 2 pertandingan yang gua tonton dengan seksama. Maklum, Inggris memang bukan kesebelasan yang menjadi favorit gua saat ini. Mungkin juga tidak akan pernah.
Dari hanya 2 pertandingan Inggris yang gua saksikan, gua mendapati kejanggalan yang amat sangat. Umumnya komentator pertandingan-pertandingan ini adalah orang Inggris. Atau paling tidak berbicara Inggris dengan logat Bri'ish yang sangat kental.
Seperti melanjutkan episode infotainment akan gembar-gembor pasukan Three Lions yang sudah dari setahun lalu menghiasi media dengan pemberitaan sana-sini, yang menurut gua, so what gitu lho, mendadak komentator-komentator ini seolah-olah sedang memberitakan kesebelasan kesayangannya yang sedang melawan musuh. Tidak lagi netral. Terlalu menggebu-gebu ketika Beckham mendapat bola. Seperti ada kata maklum ketika muka Rooney mulai bersungut. Atau malah menceritakan prestasi-prestasi pemain Inggris ketika pihak lawan mulai mengadakan serangan. Dengan kata lain, diabaikan.
Biar bagaimana pun audio visual zaman sekarang ini menuntut sinkronisasi yang sangat harmonis. Lucu dong kalau nonton Doraemon tapi ceritanya tentang Suneo mulu. Atau dalam sebuah rapat kabinet, si presiden malah nyeritain keluarganya. Atau juga dalam sebuah presentasi tender iklan, sang agency malah asik bercerita tentang kejayaan masa lalu ketimbang berbicara strategi yang yahudz. Ada lagi? Silakan lanjutkan sendiri.
Yang fair-lah! Toh di setiap pembukaan pertandingan selalu diusung sebuah bendera besar yang bertuliskan : My Game is Fairplay. Kalau belum bisa fair, cobalah netral. Meski terkesan tidak punya sikap, paling tidak menjadi netral tidak membuat masalah ketiga.
Jadi, gimana kalau di final nanti kita usulkan Bung Sambas yang menjadi komentatornya?
Toh dia pendukung Persib.*
*(Kalau ada yang tidak kenal siapa Bung Sambas, mungkin bisa tanya ke generasi pendahulunya. Dan coba tanya lebih detail bagaimana beliau mengomentari pertandingan ketika Persib yang bermain.)
Atau moderator sebuah debat kusir. Atau komentator sebuah pertandingan bola dan pertandingan olah raga lainnya.
Tidak pernah terbayangkan oleh gua kalau melihat teman gua si Polan sedang bertanding dengan lawannya, dan pada pertandingan itu dia harus mengalami kekalahan atau kecurangan atau pun hal-hal merugikan yang senada. Atau juga bisa jadi si Polan tadi yang justru menjadi pelaku kecurangan tadi.
Entah itu keterkaitan emosional atau keterikatan sebuah nama bangsa yang mungkin menjadi alasan gua untuk tidak mau menjadi orang yang berdiri di tengah dua belah pihak yang sedang berlawanan.
Semua ini memang mungkin. Bisa saja tidak. Bisa saja suatu hari nanti gua akan menjadi orang yang sangat arif dan tegas untuk menegakkan mana yang benar dan salah di permasalahan apa pun.
Paling tidak ini ekspresi keberatan gua akan Inggris di Piala Dunia 2006 ini.
Dari empat pertandingan yang mereka laksanakan, memang hanya 2 pertandingan yang gua tonton dengan seksama. Maklum, Inggris memang bukan kesebelasan yang menjadi favorit gua saat ini. Mungkin juga tidak akan pernah.
Dari hanya 2 pertandingan Inggris yang gua saksikan, gua mendapati kejanggalan yang amat sangat. Umumnya komentator pertandingan-pertandingan ini adalah orang Inggris. Atau paling tidak berbicara Inggris dengan logat Bri'ish yang sangat kental.
Seperti melanjutkan episode infotainment akan gembar-gembor pasukan Three Lions yang sudah dari setahun lalu menghiasi media dengan pemberitaan sana-sini, yang menurut gua, so what gitu lho, mendadak komentator-komentator ini seolah-olah sedang memberitakan kesebelasan kesayangannya yang sedang melawan musuh. Tidak lagi netral. Terlalu menggebu-gebu ketika Beckham mendapat bola. Seperti ada kata maklum ketika muka Rooney mulai bersungut. Atau malah menceritakan prestasi-prestasi pemain Inggris ketika pihak lawan mulai mengadakan serangan. Dengan kata lain, diabaikan.
Biar bagaimana pun audio visual zaman sekarang ini menuntut sinkronisasi yang sangat harmonis. Lucu dong kalau nonton Doraemon tapi ceritanya tentang Suneo mulu. Atau dalam sebuah rapat kabinet, si presiden malah nyeritain keluarganya. Atau juga dalam sebuah presentasi tender iklan, sang agency malah asik bercerita tentang kejayaan masa lalu ketimbang berbicara strategi yang yahudz. Ada lagi? Silakan lanjutkan sendiri.
Yang fair-lah! Toh di setiap pembukaan pertandingan selalu diusung sebuah bendera besar yang bertuliskan : My Game is Fairplay. Kalau belum bisa fair, cobalah netral. Meski terkesan tidak punya sikap, paling tidak menjadi netral tidak membuat masalah ketiga.
Jadi, gimana kalau di final nanti kita usulkan Bung Sambas yang menjadi komentatornya?
Toh dia pendukung Persib.*
*(Kalau ada yang tidak kenal siapa Bung Sambas, mungkin bisa tanya ke generasi pendahulunya. Dan coba tanya lebih detail bagaimana beliau mengomentari pertandingan ketika Persib yang bermain.)