Ngupi Yuk!
“I don’t drink coffee, I take tea, my dear..”
Kalau ada satu perbedaan prinsipil antara gua dengan Sting, kalimat di ataslah salah satunya. Bukannya gua sama sekali nggak minum teh, tapi gua nggak pernah melihat minum teh itu adalah sebuah excitement yang amat sangat dibanding kopi.
Ya, minum kopi adalah suatu kegemaran gua selain bir –tentunya-, minuman beralkohol lainnya dan last but not least, jus duren. Lebih asiknya lagi, minuman ini sangat mudah didapat dalam kesehariannya ketimbang teman-teman minuman lainnya yang konon butuh niat ekstra untuk mendapatkannya. Tidak perlu cover charge, ID verification ataupun menunggu musim. Cukup pergi ke dapur atau memesan dan tersedialah minuman ini.
Kebiasaan minum kopi ini sudah gua mulai dari sejak remaja (yang mana mungkin mengingatkan gua bahwa gua sudah tidak seremaja itu, hehehe). Dari mulai percaya bahwa minuman ini bisa mengusir kantuk sampai tidak sanggup lagi minum kopi karena sudah sangat mengantuk. Dari fungsinya sebagai pembuka hari di pagi hari sampai pilihan paling tepat dan cepat ketika berkunjung ke rumah teman atau pun di warung dan kafe-kafe.
Sekarang ini kopi sudah berevolusi menjadi suatu trend.
Tidak melulu sebagai sosok kopi Sidikalang tubruk yang kental itu. Tidak selalu juga pilihan ice atau hot cappuccino dari era 90an (Indonesia dan sekitarnya). Semakin banyak variasi yang diberikan. Sebutan-sebutan seperti ice blend, frappe, frost, latte dan lain-lain lagi yang bisa-bisa menghilangkan arti kopi itu sendiri. Dan dalam kemasannya disebutlah kopi Amerika ini, kopi Itali itu. Masing-masing dengan tampilan yang ciamik, gengsi dan tidak lupa, mahal.
Bahkan ajakan “ngupi yuk” tidak berarti minum kopi lagi sekarang. Bisa jadi kata itu adalah sebuah aktifitas ngumpul bareng di mal, ketawa-ketiwi sampai berjam-jam, ngeceng, ngelobi bisnis atau sidejob… sambil minum kopi.
Saking sangat beragamnya jenis minuman kopi dan cara kemasannya, banyak juga orang mulai berteori dengan topik ini. Ada yang membahas kadar keasamannya. Ada yang membandingkan lokal-tidak lokalnya. Ada yang membahas tempat mana yang enak buat ngopi. Ada yang bahkan pergi ke tempat-tempat ‘kopi fusion’ (begitu gua menamakannya, merk-merk trendi itu lho) itu malah memesan Green Tea Ice blend dan Morrocan Latte Tea. Yang by the way itu gua sendiri.
Gua hidup dalam perjalanan kopi itu dan turut menikmati semuanya. Dari kopi tubruk sampai zaman ice blend and the gang. Pilihan Sidikalang atau Kilimanjaro. Menikmatinya dari kamar kost mahasiswa di Bandung sampai pinggiran jalan romantis di Sydney.
Menurut gua semua kopi itu sama saja. Mereka semua mempunyai satu hal yang sama ketika menikmatinya.
Yakni: sensasi kejut di lidah ketika pertama kali cairan kafein itu masuk ke rongga mulut dan tenggorokan. *ck!*
Bo’ong kalo penggemar kopi nggak tau hal ini!
Terinspirasi dari tulisan kopi Mas Ricky di blognya.