Dikte, Diktat dan Diktator
Dari sejak SD, saya paling benci praktek "dikte"; sang pengajar membaca/berkata sesuatu, lalu murid mencatat dengan tekun gak boleh salah. Ada semacam keseragaman menyeluruh buat seluruh murid untuk sebuah catatan, standarisasi yang sama. Entahlah apa bahasanya, saat itu saya hanya kesal karena merasa tidak nyaman.
Lalu ada diktat. Buku yang jarang sekali berbentuk buku, melainkan fotokopian (kumal). Pada zaman perkuliahan, ini telak menjadi kaki tangan dosen pengajar untuk standarisasi nilai. Kalau-kalau argumen pengajar dan mahasiswa tak bertitik temu, kembalilah ke diktat. Tat!
Diktator.
Ah sudahlah. Bukan ini yang mau saya bahas :))
Ah sudahlah. Bukan ini yang mau saya bahas :))
Jadi begini,
Berakhirnya masa kampanye yang berujung kepada sebuah hasil telah menimbulkan sebuah ajakan rekonsiliasi damai. Kira-kira begitu rumit kalimatnya.
Berakhirnya masa kampanye yang berujung kepada sebuah hasil telah menimbulkan sebuah ajakan rekonsiliasi damai. Kira-kira begitu rumit kalimatnya.
Ayolah, damailah, 1 + 2 = 3. Bersatulah. Ayolah pliiiis...
Namun persuasinya sering tidak kenal sikon.
Wong lagi kesel, diajak temenan. Wong kalah, diajak gabung ama yang menang. Wong lagi happy, harus ngeladeni ngeyelan yang marah.
Wong lagi kesel, diajak temenan. Wong kalah, diajak gabung ama yang menang. Wong lagi happy, harus ngeladeni ngeyelan yang marah.
Mungkin banyak yang melalui masa seperti saya, didikte.
Sehingga sering masa pemahaman akan sebuah proses tidak terjadi.
Tidak pernah memahami duduk soal.
Tidak pernah yakin dengan pendapatnya.
Tidak pernah dikasih kesempatan untuk berpikir sendiri, karena, di lingkungannya, mungkin itu tidak lazim, tidak boleh. Bahkan, ya ampun, dilarang agama.
Sehingga sering masa pemahaman akan sebuah proses tidak terjadi.
Tidak pernah memahami duduk soal.
Tidak pernah yakin dengan pendapatnya.
Tidak pernah dikasih kesempatan untuk berpikir sendiri, karena, di lingkungannya, mungkin itu tidak lazim, tidak boleh. Bahkan, ya ampun, dilarang agama.
"Sudahlah lah, move on."
Move on juga kalo gak dikasih ruang endapan ya paksaan. Grunjelan di hati masih ada. Diskusi 2 arah tidak akan terjadi.
Besok kita masih bertemu musuh yang terpaksa menjadi teman.
Move on juga kalo gak dikasih ruang endapan ya paksaan. Grunjelan di hati masih ada. Diskusi 2 arah tidak akan terjadi.
Besok kita masih bertemu musuh yang terpaksa menjadi teman.
Latihan pertama di hari baru ini: kenali laten dikte :))
Mari.