Teori Senar Gitar
Buat yang bermain atau mengerti gitar pastilah tahu yang namanya senar. Senar atau dawai atau 'tali' yang bersusun sejajar dari badan hingga leher gitar. Keenam senar tersebut bernada (dimulai dari bawah) E-B-G-D-A-E. Urutan nada tersebut yang nantinya menciptakan kegilaan-kegilaan dalam musik seperti halnya do-re-mi di tuts piano.
Namun ada yang menarik selama puluhan tahun gua memainkannya (Iya. Puluhan. Silakan menebak seberapa lama atau seberapa tua gua.)
Memilih senar gitar sebenarnya tidak begitu susah. Hanya dibedakan apakah berbahan nylon atau string. Merk apa saja sebenarnya sama dalam durasi pemakaiannya.
Pengalaman bersama senar gitar ini yang menarik.
Pada awalnya senar gitar dipasang, diperlukan kesabaran dalam penyesuaiannya dengan nada. Senar harus membiasakan 'diri' dengan keregangan fisiknya. Maklum ketika dibeli, dia dikemas dalam bentuk gulungan. Seperti ketika kita bangun pagi dan harus segera jogging. Pastinya diperlukan pemanasan.
Setelah kemudian semua senar bernada pas, barulah kita bisa memainkan gitar tersebut dengan enak. Semua lagu dan musik bisa keluar menurut emosinya. Lagu riang, melankoli, cadas maupun cengeng. Dalam permainannya acap kali senar tersebut mendapat perlakuan macam-macam. Dibendinglah, disayatlah, dicabiklah, dipetiklah atau bisa juga sekedar dirambas. Senar itu menjadi media sentral penyambung emosi dari segala macam perasaan. Mirip seorang sahabat yang bisa kita ceritakan apa saja. Rahasia sekalipun.
Barulah ketika beberapa lama senar ini menjadi tempat curhatan tadi, sesuatu mulai berubah. Layaknya sebuah produk, tentunya mempunyai masa kadaluarsa. Stamina manusia saja akan menurun menurut umurnya.
Mulailah senar tersebut mengalami pengenduran. Seperti awalnya tadi, kesabaran kita diperlukan lagi ketika misalnya tiba-tiba di tengah lagu nada yang kita dapat mendadak fals. Paling sering, selama puluhan tahun gua memainkannya, yang mulai bikin masalah adalah si senar D (urutan keempat, dari bawah). Kita pun mulai mengumpat dengan nada yang sumbang ini. Untuk beberapa yang menjadikan gitar hanya sebagian dari penghias ruangan atau lingkungan mungkin gitar tadi hanya akan ditelantarkan. Seperti mainan yang sudah usang. Berbeda dengan orang yang menjadikan gitar sebagai penyambung hidup, pastinya mereka akan segera menggantinya dengan yang baru, kalau tidak mau dapurnya nggak ngebul.
Konon salah satu musisi kita pernah mendapat kecelakaan ketika sedang bermain gitar. Ketika memainkannya, salah satu senarnya putus dan melenting mengenai matanya. Dari saat itu ia kerap mengenakan kacamata hitam sebagai tameng penampilannya.
Ini pun menyakitkan. Ketika di tengah permainan harus terhenti karena ada senar yang putus. Pilihannya adalah melanjutkan musik dengan harmoni yang tidak lengkap atau tidak sama sekali karena nada yang harus dipetik bertepatan dengan senar yang putus. Tapi memang resiko yang harus dijalani.
Cepat atau lambat senar gitar itu harus diganti.
Karena tidak ada semangat yang tidak luntur. Karena tidak ada hidup yang tidak membutuhkan pembaharuan. Karena tidak ada inspirasi yang bertahan lama.
Semua harus berganti.
Namun ada yang menarik selama puluhan tahun gua memainkannya (Iya. Puluhan. Silakan menebak seberapa lama atau seberapa tua gua.)
Memilih senar gitar sebenarnya tidak begitu susah. Hanya dibedakan apakah berbahan nylon atau string. Merk apa saja sebenarnya sama dalam durasi pemakaiannya.
Pengalaman bersama senar gitar ini yang menarik.
Pada awalnya senar gitar dipasang, diperlukan kesabaran dalam penyesuaiannya dengan nada. Senar harus membiasakan 'diri' dengan keregangan fisiknya. Maklum ketika dibeli, dia dikemas dalam bentuk gulungan. Seperti ketika kita bangun pagi dan harus segera jogging. Pastinya diperlukan pemanasan.
Setelah kemudian semua senar bernada pas, barulah kita bisa memainkan gitar tersebut dengan enak. Semua lagu dan musik bisa keluar menurut emosinya. Lagu riang, melankoli, cadas maupun cengeng. Dalam permainannya acap kali senar tersebut mendapat perlakuan macam-macam. Dibendinglah, disayatlah, dicabiklah, dipetiklah atau bisa juga sekedar dirambas. Senar itu menjadi media sentral penyambung emosi dari segala macam perasaan. Mirip seorang sahabat yang bisa kita ceritakan apa saja. Rahasia sekalipun.
Barulah ketika beberapa lama senar ini menjadi tempat curhatan tadi, sesuatu mulai berubah. Layaknya sebuah produk, tentunya mempunyai masa kadaluarsa. Stamina manusia saja akan menurun menurut umurnya.
Mulailah senar tersebut mengalami pengenduran. Seperti awalnya tadi, kesabaran kita diperlukan lagi ketika misalnya tiba-tiba di tengah lagu nada yang kita dapat mendadak fals. Paling sering, selama puluhan tahun gua memainkannya, yang mulai bikin masalah adalah si senar D (urutan keempat, dari bawah). Kita pun mulai mengumpat dengan nada yang sumbang ini. Untuk beberapa yang menjadikan gitar hanya sebagian dari penghias ruangan atau lingkungan mungkin gitar tadi hanya akan ditelantarkan. Seperti mainan yang sudah usang. Berbeda dengan orang yang menjadikan gitar sebagai penyambung hidup, pastinya mereka akan segera menggantinya dengan yang baru, kalau tidak mau dapurnya nggak ngebul.
Konon salah satu musisi kita pernah mendapat kecelakaan ketika sedang bermain gitar. Ketika memainkannya, salah satu senarnya putus dan melenting mengenai matanya. Dari saat itu ia kerap mengenakan kacamata hitam sebagai tameng penampilannya.
Ini pun menyakitkan. Ketika di tengah permainan harus terhenti karena ada senar yang putus. Pilihannya adalah melanjutkan musik dengan harmoni yang tidak lengkap atau tidak sama sekali karena nada yang harus dipetik bertepatan dengan senar yang putus. Tapi memang resiko yang harus dijalani.
Cepat atau lambat senar gitar itu harus diganti.
Karena tidak ada semangat yang tidak luntur. Karena tidak ada hidup yang tidak membutuhkan pembaharuan. Karena tidak ada inspirasi yang bertahan lama.
Semua harus berganti.
9 Comments:
always striking some of my nerves...
hehehe.
anyway, bukannya bedanya adalah nylon dan kawat ya? secara string itu artinya senar?
:p
Skarang gue baru ngerti kenapa Bang Rhoma suka berganti istri, di saat istrinya mulai mengendur.
Pasti dia pengantut teori senar gitar...secara Satria Bergitar, geto lowhhhh!
=)
Rangga:
Iya bener, mestinya kawat. Mungkin pengalaman puluhan tahun gua main gitar yang bikin gua saru akan kebiasaan bilang kawat tuh string.
Sesek:
Setiap pemain gitar selalu mendapat julukan 'Satria Bergitar'.
Dan gua gak pernah senang mendengarnya!
:)
Kaloooo Joe Satriani Bergitari?
Gimana, Dik?
Hah?
Hah?
=)
Mirip seorang sahabat yang bisa kita ceritakan apa saja. Rahasia sekalipun.
Bener banget...best part... :)
Pronky:
Tuh Sek... Begini komen orang yang ngerti gitar...
OK?...
OK?...
Gimana?
Wahhh...
tulisan gitaris sejatii
Gitaris adalah mahluk dengan EGO terbesar didunia.
Menurut anda...?
cheers! :)
Eve,
Kalo gitaris itu pacar kamu atau kamu naksir berats ama dia, mestinya iya!
:)
Post a Comment
<< Home