Buteeeeeeet..!!
Di seberang kubikal meja gua, Pak Djoko sedang memasang lagu/sinden Jawa. Secara spontan gua langsung memimikkan "Mas..Mas.. Ikan guramenya tadi tambah satu lagi..! Oh ya.. Es teh manisnya diganti jadi teh tawar aja.."
Ketika mendengar nada-nada itu otomatis alam pikir gua terbawa ke suasana restoran-restoran yang menyajikan masakan khas daerah masing-masing. Kalo makan masakan Minang akan terdengar 'Onde-onde Larauik Sanjo'. Di restoran Sunda akan terdengar seruling mautnya. Dan tentunya, di lapo tuak akan terdengar something with "Buteeeeeeeeet..!!" on it.
Lagu-lagu daerah itu sekarang berkumandang di restoran khas daerah. Ironis ya?
Tidak lagi di spot-spot program televisi. Tidak lagi diperlombakan untuk mendapatkan tropi walikota. Mungkin masih ada sih, sekelompok orang yang pergi ke luar negeri untuk memperdengarkan lagu-lagu tersebut yang kemudian kita hanya membaca liputannya di majalah-majalah segmented. Tapi untuk berlomba dengan infotainment, sinetron atau reality show sekarang ini rasanya susah sekali.
Gua bertanya-tanya pada diri gua. Kunokah kita? Terbelakangkah kita jika masih mendengar atau menyenandungkan lagu-lagu daerah tersebut? Atau jangan-jangan kita yang malah kuno dengan lagu-lagu pop sekarang? Selayaknya pop, hari ini kita dengarkan besok sudah terdengar usang. Ngga update lagi.
Apakah lagu daerah tersebut kuno?
Sekalipun ya, apakah kita masing-masing yang mempunyai sejarah tradisi juga kuno?
Ketika mendengar nada-nada itu otomatis alam pikir gua terbawa ke suasana restoran-restoran yang menyajikan masakan khas daerah masing-masing. Kalo makan masakan Minang akan terdengar 'Onde-onde Larauik Sanjo'. Di restoran Sunda akan terdengar seruling mautnya. Dan tentunya, di lapo tuak akan terdengar something with "Buteeeeeeeeet..!!" on it.
Lagu-lagu daerah itu sekarang berkumandang di restoran khas daerah. Ironis ya?
Tidak lagi di spot-spot program televisi. Tidak lagi diperlombakan untuk mendapatkan tropi walikota. Mungkin masih ada sih, sekelompok orang yang pergi ke luar negeri untuk memperdengarkan lagu-lagu tersebut yang kemudian kita hanya membaca liputannya di majalah-majalah segmented. Tapi untuk berlomba dengan infotainment, sinetron atau reality show sekarang ini rasanya susah sekali.
Gua bertanya-tanya pada diri gua. Kunokah kita? Terbelakangkah kita jika masih mendengar atau menyenandungkan lagu-lagu daerah tersebut? Atau jangan-jangan kita yang malah kuno dengan lagu-lagu pop sekarang? Selayaknya pop, hari ini kita dengarkan besok sudah terdengar usang. Ngga update lagi.
Apakah lagu daerah tersebut kuno?
Sekalipun ya, apakah kita masing-masing yang mempunyai sejarah tradisi juga kuno?
" Sian na dao hubege do sada ende
tar songon na mangandung-andung inang.."
Di Jou Ahu Mulak Inang, Nahum Situmorang
4 Comments:
Diki orang Batak toh? Horas bah!
Kalau gue neh apa coba Dik...
nyokap Jawa, bokap Sunda..
terus tinggalnya pindah2 kemana-mana.
Jadi lagu daerah gue yah lagu daerah Indonesia alias dangdut gitu loh.
:P
Good question, Al..
My suggestion is you should stick with dangdut. It rocks!
hiihihihihihihihihihihi
Kapan kita mainkan lagu daerah dalam dentuman irama musik cadaaaasss??! Jadi udah ga 'ngawuwuri kabudayan' lagi ya? :) - Ako -
Dijou u Mulak-nya Nahum Situmorang adalah lagu yang ada di album Toba Dream.
BTW, tau alamat Nahum Situmorang ngga?
-Anne
Post a Comment
<< Home