Saturday, April 23, 2005

Catatan Pinggir Demonstran

Suryadi Negarawan
Selalu berada di garis depan demo-demo mahasiswa. Seorang teman mahasiswanya pernah menjadi korban pemukulan dari aparat ketika sedang beraksi. Merasa terpanggil untuk meneruskan perjuangan temannya itu, kini terus mengikuti demo-demo apa saja yang bernada anti pemerintah. SBY salah. Megawati salah. Gus dur apalagi. Mungkin Amien Rais yang benar. Nanti Amien Rais jadi presiden, dia pun tetap salah.

Prasetyo Harry
Dari awal semester tidak pernah mengikuti kuliah. Senang berkumpul dengan teman-teman untuk membahas konspirasi elit politik, militer dan sosial bawah. Mengidolakan tokoh demonstran seperti BS, SHG, bahkan penyair CA. Mengkikir rambutnya agar mirip dengan mereka. Atau selalu melinting kemejanya. Gambaran orang-orang kritis, pikirnya. Nilai jeblok di kampus tidak soal, selagi dapat memakai jaket almamater untuk turun ke jalan. “Lawan!” kata itu yang selalu terngiang di kepalanya.

Drajat Panji
Masih bingung ketika ditanya apa arti perjuangan mereka di jalan. Sudah hampir sebulan tidak pulang ke rumah. Di rumah dia dianggap aneh karena selalu bercerita tentang Bung Karno, Che Guavara dan lolongan garang Iwan Fals. Jalanan adalah rumahnya. Tetapi menolak disebut anak jalanan. “Aku bukan pengamen. Aku bukan pengemis” katanya. Dia juga tidak berani menyebut dirinya preman.

Sri Kartini.
Lebih senang menyebut dirinya “Arti”. Sebal diolok-olok sebagai “Kartini” maupun “Sri Kandi”. Nama-nama itu seperti tidak sesuai lagi bagi dia, orang modern. Senang membantu teman-temannya ketika sedang berdemo sebagai bagian logistik. Membagi-bagi botol mineral maupun mengkoordinir sumbangan simpatisan yang mendukung gerakan-gerakan mereka. Dulu sering. Sekarang sumbangan itu seperti sudah terabaikan. Cintanya kepada ketua senat pun mulai hambar. Ketika ketua senat yang senang berorasi itu semakin dikerubungi cewek-cewek pengikutnya.

Jawir Mat Kodak.
Terkenal dengan nama itu. Tidak begitu banyak yang tahu nama aslinya. Yang pasti dia orang Jawa dan suka memotret dokumentasi demo, selain sesekali hunting foto cewe cakep. Sesekali mengaku pers kalau sedang kepepet diidentifikasi sebagai salah satu demonstran.

Hamonangan Sianturi.
Batak murni. Bermodal dari tampang sangar dan suara lantang, dia pun didaulat untuk memegang mikropon/toa. Mengkomando barisan dengan yel-yel atau nyanyian satir tentang pemerintah, atau orasi-orasi singkat tentang kecemburuan sosial. Yang mana semua orang juga tahu. Dia akan terus memegang mikropon itu, bernyanyi, berorasi sampai harus ada yang menghentikannya. “Batak Tampil” teman-temannya menyebut begitu.


Mereka ingin didengar. Mereka ingin dilihat. Mereka ingin diakui. Mereka ingin membuat perubahan.

Mereka jangan ditembak. Mereka penerus bangsa, suka atau tidak. Mereka juga yang kemudian jadi presiden.

Kita?
Apakah kita lebih baik dari mereka?
Apakah kita juga mereka?

9 Comments:

Blogger glenn_marsalim said...

ide itu emang barang langka hari gini...
apalagi kalau udah kebawa napsu pengen menang.

hehehehehehe
good luck!

Monday, April 25, 2005 2:34:00 pm  
Blogger Bucin said...

sekarang tapi udah banyak pendemo profesional. anggap aja kejelian orang membuat lahan dengan memanfaatkan momentum sosial dan politik.

jaman gw kuliah dulu blom nge-trend sih demo2an.

Monday, April 25, 2005 3:20:00 pm  
Blogger loucee said...

This comment has been removed by a blog administrator.

Monday, April 25, 2005 8:00:00 pm  
Blogger loucee said...

aaaa... this reminds me of the SC crowd di kampus ganesha 10 dulu. i never understood those people. it seems that they were living in their own world, and speaking in their own language.

i wonder where those people are now and what they have become... do they still believe in what they were shouting back then? or have they shifted to another thing. i think most of them have shifted. otherwise, they might want to consider moving to france where demonstration is the national sport there!

Monday, April 25, 2005 8:08:00 pm  
Blogger Unknown said...

Hai Dik, salam kenal, gue Yoga temen kampusnya Jaja, Bucin.
Asik nih, ini orang2 bener2 ada atau lagi mau bikin cerita/novel/skenario?

Tuesday, April 26, 2005 3:01:00 pm  
Blogger dikisatya said...

Dear Shinta,
Nama-nama Marcellino atau Marshanda mungkin masih SD ketika fenomena2 seperti ini terjadi. Tapi memang, nama-nama tersebut sangat menggelitik untuk dibuat ceritanya. Tentunya bukan tentang demonstran. Tunggu saja.

Nama-namanya memang direkayasa dan diukir sedekat mungkin dengan sosok-sosok sejarah nasional. Ngga ada maksud sara kok :)

Tuesday, April 26, 2005 4:53:00 pm  
Blogger dikisatya said...

Hai Yoga!! Salam kenal juga..
Senang sekali mampir dan memberi komentar. (mengingat reputasimu yahudz, begitu teman2 gua berkomentar)

Skenario, cerita atau pun novel? Belum diputuskan yang mana. Mungkin juga sekedar catatan pinggir untuk renungan. :)

Tuesday, April 26, 2005 6:51:00 pm  
Blogger Unknown said...

waah, jangan terlalu percaya kata teman2 saya.
Yang pasti tulisan ini mau jadi apapun bakal asik nih. Diterusin ya.

Wednesday, April 27, 2005 10:57:00 am  
Anonymous Anonymous said...

bicara gerakan belum lah lengkap kalo belum buka www.pena-98.com dan atau www.adiannapitupulu.blogspot.com

Saturday, December 08, 2007 10:31:00 am  

Post a Comment

<< Home