Bikin Hidup Lebih Musik..
Halo,
Pada ke mana aja long week-end kemaren? Keluar kota? Susah cari parkir di mall? Atau ngendon di rokum ja’e?
Gua dong, ke Milan, London, Rio de Janeiro, Oslo dan Budapest!
Sumpe! Gua tau dan kalian juga tau bahwa gua nggak kaya-kaya amat. Tapi gua beneran ke sana 3 hari ini. Setidaknya nyawa gua melayang-layang ke/di sana.
Berkat beberapa DVD yang gua beli di ITC di bilangan Fatmawati kemaren gua dapet tiket ngerasain konser Depeche Mode di Budapest. Ngerasain keringnya suara gitar David Gilmour dalam kesahajaan ‘acoustic live’nya dan tetap bikin merinding. Berada di Oslo untuk ngeliat a-ha pulang kampung setelah 7 tahun serta aransemen-aransemen ulang yang masih bikin hati berdebar-debar oleh nostalgianya. Juga merasakan sesaknya crowd segala umur di konsernya Rush di Rio, masih bikin sensasi tersendiri. Dan terakhir, serasa ikutan workshop bareng sama Sting di rumahnya di Milan, beberapa hari sebelum tragedi 9/11.
Dengan modal headphone seadanya gua tonton semua itu secara hampir berurutan. Maklum, gregetnya masih di situ. Ibarat kata orang, "Lu rasain pas pecahnya men!”. Untuk kalian yang tau maksudnya mungkin akan tersenyum. Yang tidak, coba cerna penjelasan gua ini ya.
Udah lama banget gua ngga bertemu lagi dengan mereka. Bercengkrama, berkontemplasi, diskusi, mempersoalkan nada, bergurau dengan minor, mengejek idola dengan kritikan narsis dan banyak lagi penjabaran yang merunut ke satu akar: musik adalah hidup.
Gua yang selama ini selalu mengelu-elukan bahwa ‘musik adalah sepenuhnya bagian dari keseharian gua’ sepertinya harus berfikir ulang akan statement itu. Ternyata selama ini gua hanya mengatasnamakan musik tersebut. Bagaikan menulis dengan singkatan-singkatan atau membaca dengan huruf vokal yang tercecer. Kayak Phil Collins pernah tulis “They listen, but they’re not hearing me”. Tidak sepenuhnya memahami atau mengilhaminya.
Dari semua suguhan konser musik tersebut gua mempelajari lagi hal-hal baru dalam musik. Disamping banyak hal yang sudah menjadi ‘bahasa universal’ ternyata kalau kita bisa lebih peka lagi untuk mendengar detail-detail kecil dari sebuah aransemen akan terasa lebih nikmat. Bahkan komponen-komponen yang kita anggap (mungkin) tidak penting pun bisa memberi warna sendiri dalam penjiwaan kita terhadap lagu tersebut. Hal-hal sepele yang sering kita lewatkan begitu saja namun tanpa kehadirannya belum tentu semuanya bisa kita nikmati apa adanya. Misalkan saja tata panggung dan lampunya, urutan lagunya, berapa orang crew konser tersebut, kenapa mereka keringetan, atau sekedar menebak lagu itu dimulai dengan kunci/nada apa?
Mungkin lebih menyenangkan dari sekedar ikut menyanyikannya. Memang tidak disalahkan juga kalau ternyata kita nyanyinya fals. Atau menepuk-nepuk tangan mengikuti beat lagu tersebut. Atau juga sekedar menyempatkan mendengar 2-3 detik lantas menggantinya ke channel lain.
Tanpa bermaksud menggurui, gua mengajak teman-teman sekalian untuk lebih mau mendengarkan musik. Dijamin hal-hal kecil tersebut akan berubah arti menjadi sesuatu yang lebih.
Ngga percaya? Coba aja lihat hidup.
Pada ke mana aja long week-end kemaren? Keluar kota? Susah cari parkir di mall? Atau ngendon di rokum ja’e?
Gua dong, ke Milan, London, Rio de Janeiro, Oslo dan Budapest!
Sumpe! Gua tau dan kalian juga tau bahwa gua nggak kaya-kaya amat. Tapi gua beneran ke sana 3 hari ini. Setidaknya nyawa gua melayang-layang ke/di sana.
Berkat beberapa DVD yang gua beli di ITC di bilangan Fatmawati kemaren gua dapet tiket ngerasain konser Depeche Mode di Budapest. Ngerasain keringnya suara gitar David Gilmour dalam kesahajaan ‘acoustic live’nya dan tetap bikin merinding. Berada di Oslo untuk ngeliat a-ha pulang kampung setelah 7 tahun serta aransemen-aransemen ulang yang masih bikin hati berdebar-debar oleh nostalgianya. Juga merasakan sesaknya crowd segala umur di konsernya Rush di Rio, masih bikin sensasi tersendiri. Dan terakhir, serasa ikutan workshop bareng sama Sting di rumahnya di Milan, beberapa hari sebelum tragedi 9/11.
Dengan modal headphone seadanya gua tonton semua itu secara hampir berurutan. Maklum, gregetnya masih di situ. Ibarat kata orang, "Lu rasain pas pecahnya men!”. Untuk kalian yang tau maksudnya mungkin akan tersenyum. Yang tidak, coba cerna penjelasan gua ini ya.
Udah lama banget gua ngga bertemu lagi dengan mereka. Bercengkrama, berkontemplasi, diskusi, mempersoalkan nada, bergurau dengan minor, mengejek idola dengan kritikan narsis dan banyak lagi penjabaran yang merunut ke satu akar: musik adalah hidup.
Gua yang selama ini selalu mengelu-elukan bahwa ‘musik adalah sepenuhnya bagian dari keseharian gua’ sepertinya harus berfikir ulang akan statement itu. Ternyata selama ini gua hanya mengatasnamakan musik tersebut. Bagaikan menulis dengan singkatan-singkatan atau membaca dengan huruf vokal yang tercecer. Kayak Phil Collins pernah tulis “They listen, but they’re not hearing me”. Tidak sepenuhnya memahami atau mengilhaminya.
Dari semua suguhan konser musik tersebut gua mempelajari lagi hal-hal baru dalam musik. Disamping banyak hal yang sudah menjadi ‘bahasa universal’ ternyata kalau kita bisa lebih peka lagi untuk mendengar detail-detail kecil dari sebuah aransemen akan terasa lebih nikmat. Bahkan komponen-komponen yang kita anggap (mungkin) tidak penting pun bisa memberi warna sendiri dalam penjiwaan kita terhadap lagu tersebut. Hal-hal sepele yang sering kita lewatkan begitu saja namun tanpa kehadirannya belum tentu semuanya bisa kita nikmati apa adanya. Misalkan saja tata panggung dan lampunya, urutan lagunya, berapa orang crew konser tersebut, kenapa mereka keringetan, atau sekedar menebak lagu itu dimulai dengan kunci/nada apa?
Mungkin lebih menyenangkan dari sekedar ikut menyanyikannya. Memang tidak disalahkan juga kalau ternyata kita nyanyinya fals. Atau menepuk-nepuk tangan mengikuti beat lagu tersebut. Atau juga sekedar menyempatkan mendengar 2-3 detik lantas menggantinya ke channel lain.
Tanpa bermaksud menggurui, gua mengajak teman-teman sekalian untuk lebih mau mendengarkan musik. Dijamin hal-hal kecil tersebut akan berubah arti menjadi sesuatu yang lebih.
Ngga percaya? Coba aja lihat hidup.
ps. Happy Easter. This is my present for you! and you! and you!..
ps. foto cipmangnya gua pinjem dari blog Loucee. Tengkyu Loucee.
2 Comments:
kenapa gak jadi musisi aja sih dik...
kayaknya loe bakal lebih happy...
knp yak kalo nonton band2 luar, lebih ngena di hati ketimbang band lokal.
bank luar (apalagi yg senior) seakan-akan mereka hidup dalam musik yg dibawakan. sementara band lokal hidup dari musik yg dibawakan.
bedanya langsung ketahuan pada saat live show. mana yg musician, mana yg celebrities... qeqeqeqe...
(sengaja agak konfrontatif nih statement gw, biar mengundang polemik)
Post a Comment
<< Home