Rencana Besar
Ada sebuah hiburan menarik dalam perjalanan gua ke kantor pagi tadi. Sebuah talk show di radio yang membicarakan tentang perkawinan. Segala aspek dibicarakan dari hal yang standar sampai ke perceraian segala. Namun apa yang menghibur gua bukan pada pembahasan detailnya.
Adalah suara seorang gadis dewasa (begitu gua menyebutnya, karena dalam pembicaraannya dia menyebutkan dirinya belum kaw.. nikah.) yang bertutur panjang lebar dan penuh semangat tentang perkawinan menurut perspektifnya. Bahwa nantinya perkawinan itu harus tetap mempunyai 'burning flame'. Bahwa nantinya pasti akan ada ups and downs. Dan dari situ kita akan lebih bisa mem-value kebahagiaan dan seterusnya daaaan seterusnya.
Gua yang baru menjalani 4 tahun perkawinan tentu saja mesem-mesem dengan celotehan si nona tadi. Pengen rasanya nyeletuk "Ah.. teori!" Namun biar bagaimana pun gua harus tetap menghargai pendapat-pendapat seperti itu bagi mereka yang di seberang sana. Dengan berbagai alasan dan kondisi toh dia belum berada dalam status istri. Atau pasangan resmi secara hukum.
Masing-masing diri kita adalah desainer ulung dalam membuat sebuah rancangan. Apalagi rancangan tersebut memuat gambar diri kita di dalamnya. Tentunya, dengan kualifikasi yang kita punya, kita bisa membuat suatu gambaran yang sempurna tentang rencana itu. Dengan menyesuaikan dengan ego, berdebat dengan harapan -apakah diformulasikan lebih tinggi atau pas-pasan aja-, sedikit toleransi dengan pihak lain dan sukur-sukur dedi dores! (dengan disertai doa restu). Maka jadilah rancangan besar itu. Begitu indah, begitu sempurna.
Dan ketika esoknya kita menjumpai rencana-rencana tersebut, apa yang terjadi?
Sebuah acara perhelatan akbar berjalan kacau disebabkan oleh ketidak-siapan panitia atau faktor-faktor tidak terduga lainnya.
Gambaran-gambaran kampus yang ideal menjadi rusak karena tidak ada cewe/cowo cakep untuk digebet. Atau karena senior yang maha sok asik.
Iming-iming kantor baru yang menjanjikan segala fasilitas terbaiknya harus dilupakan dulu ketika berhadapan dengan klien yang... kurrrang menyenangkan.
Atau mendapati sang pacar ternyata mengorok ketika tidur siang sekalipun.
Oh iya, berhadapan dengan iuran-iuran listrik, telepon dan kartu kredit ketika mulai hidup bersama sebagai pasangan suami istri.
Should I go on with governments and politics? Oh well.
Bagaimana dengan rencana besar tadi?
Kawan, jalanin ajeeee. Rencana besar tadi boleh tetap kita pegang dan diimpikan. Namun harus dibarengin juga dengan kesiapan kita menghadapi segala sesuatu yang melenceng nantinya.
Untuk kebaikan kita sendiri? Belum tentu sih. Tapi bersedia melakukannya, buat gua itu lebih baik.
Sebuah quote bijak pernah mengatakan: "If you want to make God laugh, tell Him about your masterplan"
Adalah suara seorang gadis dewasa (begitu gua menyebutnya, karena dalam pembicaraannya dia menyebutkan dirinya belum kaw.. nikah.) yang bertutur panjang lebar dan penuh semangat tentang perkawinan menurut perspektifnya. Bahwa nantinya perkawinan itu harus tetap mempunyai 'burning flame'. Bahwa nantinya pasti akan ada ups and downs. Dan dari situ kita akan lebih bisa mem-value kebahagiaan dan seterusnya daaaan seterusnya.
Gua yang baru menjalani 4 tahun perkawinan tentu saja mesem-mesem dengan celotehan si nona tadi. Pengen rasanya nyeletuk "Ah.. teori!" Namun biar bagaimana pun gua harus tetap menghargai pendapat-pendapat seperti itu bagi mereka yang di seberang sana. Dengan berbagai alasan dan kondisi toh dia belum berada dalam status istri. Atau pasangan resmi secara hukum.
Masing-masing diri kita adalah desainer ulung dalam membuat sebuah rancangan. Apalagi rancangan tersebut memuat gambar diri kita di dalamnya. Tentunya, dengan kualifikasi yang kita punya, kita bisa membuat suatu gambaran yang sempurna tentang rencana itu. Dengan menyesuaikan dengan ego, berdebat dengan harapan -apakah diformulasikan lebih tinggi atau pas-pasan aja-, sedikit toleransi dengan pihak lain dan sukur-sukur dedi dores! (dengan disertai doa restu). Maka jadilah rancangan besar itu. Begitu indah, begitu sempurna.
Dan ketika esoknya kita menjumpai rencana-rencana tersebut, apa yang terjadi?
Sebuah acara perhelatan akbar berjalan kacau disebabkan oleh ketidak-siapan panitia atau faktor-faktor tidak terduga lainnya.
Gambaran-gambaran kampus yang ideal menjadi rusak karena tidak ada cewe/cowo cakep untuk digebet. Atau karena senior yang maha sok asik.
Iming-iming kantor baru yang menjanjikan segala fasilitas terbaiknya harus dilupakan dulu ketika berhadapan dengan klien yang... kurrrang menyenangkan.
Atau mendapati sang pacar ternyata mengorok ketika tidur siang sekalipun.
Oh iya, berhadapan dengan iuran-iuran listrik, telepon dan kartu kredit ketika mulai hidup bersama sebagai pasangan suami istri.
Should I go on with governments and politics? Oh well.
Bagaimana dengan rencana besar tadi?
Kawan, jalanin ajeeee. Rencana besar tadi boleh tetap kita pegang dan diimpikan. Namun harus dibarengin juga dengan kesiapan kita menghadapi segala sesuatu yang melenceng nantinya.
Untuk kebaikan kita sendiri? Belum tentu sih. Tapi bersedia melakukannya, buat gua itu lebih baik.
Sebuah quote bijak pernah mengatakan: "If you want to make God laugh, tell Him about your masterplan"
5 Comments:
hahahaha,
tulisan favorit gue dari seorang diki satya!
luv it!
Very nice! Nyentil gue banget wakakaka :P
Itulah knp gw skr agak memikirkan lagi sebuah institusi yang bernama perkawinan...
Glenn: Tengkyu.
Alia: Masa sih? hihihihi
Angga: Pokoknya hitungan waktu itu 'bertambah'. Ngga pernah mundur.
Kita, manusia terlalu sombong bikin plan segala. Wong dah di-plan kok dari atas.
(kos suires tengab!)
Post a Comment
<< Home