Sunday, October 15, 2006

Di Pinggir Jalan Lebaran

Jalan yang besar itu biasanya dilewati oleh mobil-mobil Alphard, S-Class, Seri 7 atau mobil bling-bling ceper setiap harinya.

Di pinggir jalan situlah Maryadi, Inah istrinya dan Indah anaknya bersiap-siap menggelar kardus usang sebagai alas duduk mereka. Layaknya piknik mereka rebahan di sana. Di samping gerobak sampah yang tadi menjadi trolley si kecil Indah berjalan-jalan bak kereta kencana. Ibunya sibuk membenahi koran bekas dari tumpukan gerobak itu sambil sesekali mengupdate berita selebritis kesayangannya. Yang mungkin lewat di antara mobil-mobil tadi. Harapnya mereka akan bersedekah barang sebungkus nasi kotak dari arisan-arisan mewah.

Hampir seharian mereka di sana. Hampir-hampir Maryadi tidak bekerja. Lebaran sebentar lagi....

Wangki. Iwan Funky. Sedang berjalan meninggalkan rumah majikannya tidak jauh dari blok jalan itu. Cengdem sudah melekat di muka. Rambut spikey, kaos sobek dan jins yang dilinting hampir sampai lutut dan ban kulit tebal melilit gagah di tangan menjadi atribut mudiknya kali ini. Biar mirip Den Rob, anak majikannya yang di sekolah internasional itu. Biar mirip Ian Kasela. Yah... yang begitu lah. You know, man! Piss yo.... Jujur yow...

Tak henti-hentinya Wangki tersenyum. Di benaknya tergambar sanak keluarganya di kampung, berjumpa teman lama sambil pamer hape barunya, main petasan di malam takbiran. Belum lagi si Ceuceu 'kutunggu jandamu'. Seperti dendam yang bertumpuk di hati, semua terbungkus rapat seperti kardus indomi yang dibawanya. Oleh-oleh buat mereka. Mungkin sisa duit THRnya hanya cukup untuk ongkosnya pulang. Tapi tak apa, pikirnya. Momen ini memang tak terbayar oleh apa pun di dunia ini.

Sampailah Wangki di pinggir jalan itu. Menunggu ojek yang mengantarnya ke terminal. Mobil-mobil yang lewat bergantian menempelkan debu di wajahnya. Di wajah Maryadi, Inah dan Indah yang masih dari tadi menunggu. Sesaat mereka bertemu tatap satu sama lain. Apalagi Indah, yang mengingatkan Wangki akan adiknya di kampung. Rindu dan iba yang jujur membaur menjadi satu dalam hatinya. Namun dia bisa berbuat apa?

Datanglah si ojek yang semakin mengkabutkan suasana dengan asap knalpotnya. Tujuan dan harga sudah terucap. Tapi kali ini Wangki setengah mati menawar. 15ribu kata si ojek. 10 ribu tawar Wangki. 14 ribu, 10 ribu, mereka bertek-tok. 12 ribu kata si ojek. Wangki sejenak menghitung dan kemudian setuju.

Dia mengeluarkan lembar 10 ribu dan 5 ribu lantas meminta si ojek memberikan kembaliannya. Walau masih bingung si ojek menuruti juga. Dikembalikannya kepada Wangki 3 ribu.

Bergegas Wangki menghampiri Maryadi dan keluarganya. Diberikannya 1000 kepada Maryadi. 1000 kepada Inah. Dan 1000 kepada si kecil Indah.

Allah maha pemurah.

Selamat Hari Raya Idul Fitri.
Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Salam, Diki Satya dan Keluarga

3 Comments:

Blogger rangga said...

you too, brotha... you too... :)

Sunday, October 15, 2006 4:20:00 pm  
Anonymous Anonymous said...

kurang touchy...tapi yahh maksudnya kan pengen menyentuh hati gitu. Semoga makna Idul Fitri itu universal, buat semua orang. Kapan ya semua orang bisa sebaik elu, sebijaksana gw..he.he

Tuesday, October 17, 2006 1:07:00 pm  
Anonymous Anonymous said...

lagi jalan2 ke blogs-nya orang2, maka waktu mampir ke blog ini (hai salam kenal) trus baca postingan ini hmm... lumayan, tapi trus keganggu sama tulisan keliru eh kurang tepat, tapi jangan khawatir karena kebanyakan orang juga sering salah waktu nulis selamat idul firtri. Seharusnya tidak pake hari raya, karena idul sendiri bermakna hari raya atau besar. Mahaaap yah dan salam

Tuesday, January 02, 2007 1:59:00 pm  

Post a Comment

<< Home