Monday, October 01, 2007

Selubung Mimpi

Manusia-manusia ekstra itu rela berdesak-desakan seharian suntuk, semalaman yang tak nyaman. Demi sebuah peran yang hanya beberapa detik saja pada sebuah layar. Yang mungkin menjadi batu pijakan mereka nanti, menjadi bintang, dipuja, dicerca dan dipanut... di menit-menit infotainment.

...

Mimpi-mimpi itu merubah wajahnya menjadi sapi. Besok anjing. Lusa mandor. Tahun depan petinggi. Suap nasi anak-istri pun semakin memudar menjadi kerukan berlian Eropa. Dan temannya yang kemarin menjadi anjing juga, mungkin harus dia lahap juga. Agar tidak menjadi harimau yang memangsanya besok.

...

Mimpi itu membawanya ke sebuah gunung yang sepi. Dari sana semua terlihat kecil. Agar bisa diatur maupun dionar. Tidak ada yang mencampuri. Mungkin hanya bisikan angin yang bisa membuatnya bisa bermimpi untuk terbang. Lebih tinggi.

...

Sementara di bawah sana, mereka lapar. Mereka marah. Mereka bingung. Ada juga yang kenyang. Ada juga yang terbuai. Bahkan ada pula yang tak mempunyai apa-apa. Bahkan tak boleh punya apa-apa. Semua karena mimpi.

...

Mimpinya liar tak bertuan. Setiap hari ia bermimpi. Di setiap sudut ia akan menutup matanya. Mencoba memandang dari kelopak hitam matanya. Akan sebuah kenyataan yang ia hindari. Sekalipun ia terbangun, ia akan tidur lagi untuk bermimpi. Tak mau mengakui tuan yang mempunyai kenyataan.

...

Seorang sahabat berdebat tentang mimpi. Dalam mimpinya adalah sebuah negeri yang indah. Damai menurut definisinya. Unik seperti dirinya. Dalam aturannya. Dalam kemauannya. Dan dalam kesedihannya.

...

Di mimpi itu terucap semua kata. Yang tak pernah berani diucap di nyata. Yang urung dilakukan tadi. Yang menjadi obsesi bertahun-tahun. Yang menjadi jawaban dari putik-putik kehidupan. Bersandar pada bunga-bunga tidur. Yang menjadikannya mampu berhasrat. Mengumpat. Bercinta. Jujur mencinta. Membinasakan dan membunuh. Tidak perlu ada dasar, norma atau dogma.

...

Mimpi, tetaplah menjadi sahabatku. Karena kau hanya aku. Bukan tuhan.

Labels: ,

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

kapan mimpimu terakhir, diki?
udah bawa kamu kemana?

mimpi sosial saya biasanya bermula dari mimpi buruk pribadi setelah justru ketubruk realitas sosial (yang aku baca dg keterbatasan, pastinya). lalu, ini harusnya gini, itu harusnya gitu...mungkin lebih baik...

aku senang baca tulisanmu ini... terutama karena ditulis oleh kamu.
...yang masih di atas balkon...

kampai!

Monday, October 01, 2007 11:31:00 pm  
Anonymous Anonymous said...

pujangga retro, cakep tulisan lu bro!

Tuesday, October 02, 2007 12:05:00 pm  

Post a Comment

<< Home