(Kepada) Orang-Orang Berbohong
Di depan altar gereja, di depan kekasihnya, di depan pendeta yang baru saja menanyakan "Bersediakah kau mengambil dia, sebagai suamimu...", Sinta berbalik dan berjalan meninggalkan gereja itu.
Pernikahan itu dibatalkannya. Entah atas alasan apa, entah karena pertengkaran yang mana, atau pertentangan yang mana, ia berlalu meninggalkan semua itu.
Kali ini dia jujur akan hatinya.
Sesuatu yang tak pernah disadarinya begitu benar. Begitu murni. Tidak egois, mungkin orang lain terluka. Namun ia jujur.
Tersujud Ira di lututnya. Berdoa kepada Tuhan agar diberikan jawaban. Meminta kepastian akan langkahnya.
Apakah Ari? Atau Ria? Bertahun-tahun ia tegarkan kepada Ari. Walau hatinya mendua kepada Ria.
Lelah ia memanipulasi perasaannya. Demi kekasihnya, demi orang-orang, bahkan demi Tuhan. Padahal Tuhan maha tahu.
Tapi kali ini ia jujur, setelah lelah mencoba jujur. Jujur akan kebingungannya. Jujur akan kekalahannya. Jujur kepada dirinya.
Tanpa ragu lagi lelaki itu melabrak ruangan si jelita itu. Dia yang selalu menghantui setiap nafas yang dihirupnya. Mengusik kerjanya, melunturkan selera makannya dan menghamburkan pikiran liarnya. Kali ini dia akan jujur menyatakannya.
Di depan mukanya ia akan berkata "Aku cinta kamu! Aku cinta kamu! Aku cinta kamu!"
Kalimat itu tidak akan pernah terdengar gombal, ketika dikatakan dengan jujur. Walau tak berbalas sekalipun...
Tak akan habis cerita tentang kejujuran ini.
Sebuah kata gaib yang Tuhan titipkan di setiap relung hati manusia. Menunggu untuk senantiasa dilihat, dibuka dan dinyatakan. Sepertinya Dia selalu mengintip dari celah itu. Akan setiap langkah, rasa dan pikiran yang kita kehendak. Agar selalu jujur kepada diri kita dulu, lalu menghadap kepadaNya.
Lebih dahsyat dari tagihan kartu kredit, handphone atau giliran arisan setiap bulannya.
Lebih nelongso dari sekedar ritual ibadah setiap minggunya.
Atau doa-doa yang terlupakan setiap awal hari, makan dan tidur.
Itu pun, kalau kita mau jujur.
Pernikahan itu dibatalkannya. Entah atas alasan apa, entah karena pertengkaran yang mana, atau pertentangan yang mana, ia berlalu meninggalkan semua itu.
Kali ini dia jujur akan hatinya.
Sesuatu yang tak pernah disadarinya begitu benar. Begitu murni. Tidak egois, mungkin orang lain terluka. Namun ia jujur.
Tersujud Ira di lututnya. Berdoa kepada Tuhan agar diberikan jawaban. Meminta kepastian akan langkahnya.
Apakah Ari? Atau Ria? Bertahun-tahun ia tegarkan kepada Ari. Walau hatinya mendua kepada Ria.
Lelah ia memanipulasi perasaannya. Demi kekasihnya, demi orang-orang, bahkan demi Tuhan. Padahal Tuhan maha tahu.
Tapi kali ini ia jujur, setelah lelah mencoba jujur. Jujur akan kebingungannya. Jujur akan kekalahannya. Jujur kepada dirinya.
Tanpa ragu lagi lelaki itu melabrak ruangan si jelita itu. Dia yang selalu menghantui setiap nafas yang dihirupnya. Mengusik kerjanya, melunturkan selera makannya dan menghamburkan pikiran liarnya. Kali ini dia akan jujur menyatakannya.
Di depan mukanya ia akan berkata "Aku cinta kamu! Aku cinta kamu! Aku cinta kamu!"
Kalimat itu tidak akan pernah terdengar gombal, ketika dikatakan dengan jujur. Walau tak berbalas sekalipun...
Tak akan habis cerita tentang kejujuran ini.
Sebuah kata gaib yang Tuhan titipkan di setiap relung hati manusia. Menunggu untuk senantiasa dilihat, dibuka dan dinyatakan. Sepertinya Dia selalu mengintip dari celah itu. Akan setiap langkah, rasa dan pikiran yang kita kehendak. Agar selalu jujur kepada diri kita dulu, lalu menghadap kepadaNya.
Lebih dahsyat dari tagihan kartu kredit, handphone atau giliran arisan setiap bulannya.
Lebih nelongso dari sekedar ritual ibadah setiap minggunya.
Atau doa-doa yang terlupakan setiap awal hari, makan dan tidur.
Itu pun, kalau kita mau jujur.
"Stones taught me to fly
Love taught me to cry
So come on courage!
Teach me to be shy
'Cause it's not hard to fall..."
Damien Rice, Cannonball.
Love taught me to cry
So come on courage!
Teach me to be shy
'Cause it's not hard to fall..."
Damien Rice, Cannonball.
(Sebuah tulisan tercecer di awal tahun 2007)
2 Comments:
jujur deh, aku tersentuh oleh tulisan ini
waw..
gua bisa 'menyentuh' seorang yoga...
Post a Comment
<< Home