Monday, January 30, 2006

Perjalanan Satu Arah

Image hosting by PhotobucketPamanku meninggal kemaren sore.

Sosok Amangboru idaman yang selalu ada membantu segala bentuk ‘bantuan’ di setiap kegiatan keluarga Batak itu pun pergi sudah. Selalu ulet, tidak mengenal lelah, dan tersenyum dalam kondisi yang susah sekalipun.

I see this coming. Ketika mendengar berita dia terjatuh dan masuk ICU beberapa minggu lalu, gua sudah tersenyum kecut saja. Tidak ada harap akan sesuatu akan membaik.

Dan ini sudah ke berapa kalinya gua alami. Dulu kematian abangku juga begitu. Dan beberapa kepergian orang-orang yang gua kenal juga begitu. Seolah-olah gua udah tahu bahwa ini hanya persiapan saja.
Berikutnya, momen kesedihan yang datang. Tangis. Kenangan-kenangan manis. Nostalgia. Jasa-jasa mereka. Mungkin juga dendam-dendam lain.

Kematian itu hal lumrah. Harus terjadi. Kita semua pasti mati.

Yang menarik dari hal ini adalah bagaimana menghadapinya. Menjalani keesokan hari tanpa tegur sapa, berita, kasih sayang, inspirasi, dan hal-hal lain yang pernah diberikan dari mereka yang mendahului kita. Dan sejauh mana kita mau mengenang mereka. Dan sebagai apa pula kita mau mengenang mereka.

Tanpa gua sadari gua berduka atas kematian abang gua selama hampir dua belas tahun. Itu juga berkat teguran istri gua, baru akhirnya gua tersadarkan atas kedukaan yang bertahun-tahun itu. Setitik nilai sentimentil saja bisa terbawa berlarut-larut tanpa tujuan atau arti yang jelas. Dan ironisnya, menjadi tidak sehat. Kenangan-kenangan yang manis berkarat menjadi dendam. Kerinduan-kerinduan pun terhanyut dalam percakapan satu arah. Tidak berbalas.

Secara tidak sadar gua mengabadikan kematian itu.
Tidak ada yang berubah. Tidak mau berubah.
Dan untuk apa?
Pertanyaan itu yang menampar gua dari lamunan bertahun-tahun itu.

Memang ada baiknya kita memilah-milah kenangan itu. Agar maknanya tidak kemudian menjadi terbiasa dan hambar. Dan mereka pun menjadi kecil di mata kita. Sayang bukan?

Selamat jalan, Amangboru!


"Now the sun's gone to hell
and the moon's riding high
Let me bit you farewell
every man has to die"
Brothers In Arms, Dire Straits.

2 Comments:

Blogger celotehalia said...

Kenangan itu tetap manis karena kita telah membiarkannya tetap menjadi kenangan.

Dengan kenangan yang tersimpan di hati, saatnya melangkah mencari kenangan baru uhuhhu

Apa syeeeeeeeeehh....;)

Monday, January 30, 2006 1:33:00 pm  
Blogger Unknown said...

...dan kalaupun kita kehilangan segalanya.
kita masih mempunyai ruang dalam hati untuk menyimpannya.

Monday, January 30, 2006 9:24:00 pm  

Post a Comment

<< Home