Bila Saatnya Nanti
Kalau aku jatuh nanti hendaknya jasadku saja yang kau tangkap.
Sebab ruhku tetap berdiri.
Dan kata-kataku mengepak terbang jauh.
Hinggap di hatimu.
Melekang bagai rahasia.
Dan di nisanku,
Tak perlu kau tulis pahlawan.
Hanya pahlawan yang mati!
Aku tidak ingin mati.
Biar umurku saja yang kau kubur.
Rampas saja milikku.
Semuanya.
Memang untukmu.
Bertahun-tahun aku hidup, untuk apa?
Untukmu.
Dan takkan pernah ada yang menyamaiku.
Seorang anak hanya mewariskan bakat, harus lebih baik dari pendahulunya.
Jadi, baiklah aku jadi lawanmu saja, kawan.
Jangan bilang aku sombong.
Kalau ternyata kau yang rendah diri.
Jangan ingat namaku.
Kalau nostalgia yang kau ceritakan.
Jangan biarkan aku mati.
Dalam semangatmu.
Sebab ruhku tetap berdiri.
Dan kata-kataku mengepak terbang jauh.
Hinggap di hatimu.
Melekang bagai rahasia.
Dan di nisanku,
Tak perlu kau tulis pahlawan.
Hanya pahlawan yang mati!
Aku tidak ingin mati.
Biar umurku saja yang kau kubur.
Rampas saja milikku.
Semuanya.
Memang untukmu.
Bertahun-tahun aku hidup, untuk apa?
Untukmu.
Dan takkan pernah ada yang menyamaiku.
Seorang anak hanya mewariskan bakat, harus lebih baik dari pendahulunya.
Jadi, baiklah aku jadi lawanmu saja, kawan.
Jangan bilang aku sombong.
Kalau ternyata kau yang rendah diri.
Jangan ingat namaku.
Kalau nostalgia yang kau ceritakan.
Jangan biarkan aku mati.
Dalam semangatmu.
Tulisan ini akan saya dedikasikan kepada seseorang. Bila saatnya nanti..
2 Comments:
*komentar Ankas*
Bila saatnya tiba ini seperti persiapan "future heritage"nya orang yang belum mati. warisan kenangan yang dibangun lebih dulu dari kejadian monumentalnya. Nanti saat "dia" mati kenangan ini yang melanjuti hidupnya.
Mungkin orangnya bukan merasa tidak disopani, tapi akan tak habis menghargai. Coba!
Artie jangan gitu ah.. kita kan sama-sama belajar.. :D
Thank you Ankas!
Post a Comment
<< Home