Picture Perfect
Dulu, sekitar 10 tahun lalu, gua masih ingat bagaimana nyebelinnya menghadapi asisten dosen yang memberikan kritik sana-sini serta kekurangan ini dan itu terhadap tugas gua. Belum lagi attitude-attitude yang 'muda dan diberi sebersit ruang berkuasa dengan wibawa rapuh kalau diargumentasikan'. Hehe. Ngaku aja lah.
Apa yang gua percaya sangat bagus dalam mengerjakannya, dalam konsepnya, dalam imajinasinya, juga dalam eksekusinya bisa hangus dalam komentar 5 menit. Efeknya juga ngga kalah heboh. Ego tersentil, karangan makian jadi semakin banyak dan dahsyat, dunia jadi bodoh dan banyak lagi pembenaran-pembenaran lainnya sebagai pelipur lara.
Itu juga yang gua temui sekarang ini. Pada sebuah debat kusir dengan teman-teman beberapa waktu lalu, kami sibuk berkomentar tentang film-film nasional yang sedang beredar sekarang. Terutama film itu, tentunya. Dasar pada kritis, dari berbagai aspek expertise masing-masing, film itu pun menjelma lagi menjadi sebuah film yang perfect. Sinematografi yang perfect. Art directing yang perfect. Plot yang perfect. Casting yang perfect. Dan penonton yang perfect. Lah wong penontonnya kita sendiri kan ya?
Tak ayal lagi, gua sendiri sudah menjelma menjadi figur 'tak begitu muda dan diberi sedikit kesempatan berkomentar dengan argumentasi yang -mungkin- rapuh'.
Diskusi itu berlangsung cukup lama dengan imbuhan sana-sini sampai akhirnya sudah melebar ke mana-mana. Dan waktu sudah menunjukkan angka-angka yang artinya: pulang. Setibanya di rumah, memang bukan kebiasaan gua untuk langsung tidur. Salah satu penngantar tidur yang ampuh adalah menonton TV. Sekalian quick viewing iklan-iklan yang lagi beredar sekarang. Maklum dong, art director gituuuu.
Setelah mengambil posisi dan remote tv di tangan, mulailah ritual itu.
Rentetan jualan 30 detik itu pun dilahap mata sambil kalo bisa curi-curi ilmu dikit. Atau moga-moga bisa jadi inspirasi baru. Atau apalah.. yang penting bisa tidur!. Sampai suatu ketika gua merasa haus. Dengan malas gua beranjak dari tempat tidur dan secara tidak sengaja tombol remote tertekan, OFF.
*ceklik*. Mati.
Apa yang terjadi?
Gua tertegun sejenak. Ternyata semudah itu saja.
Sebagai seorang yang bekerja di periklanan, dengan lembur tak henti-hentinya, brainstorming sampai muak, klien yang unbelievable, weekend-weekend yang terkorbankan, dan masih pembenaran lainnya.. Ternyata semudah itu saja bisa dimatikan. Diabaikan. Bahkan tak perlu dilihat.
Dan bisa dibayangkan, ratusan juta penduduk Indonesia pada saat itu. Tertidur. Tidak menonton iklan.
Ironis? Tidak.
Gua kembali ke tempat tidur, ada istri dan si kecil gemetin yang udah tidur dari tadi.
TV tadi tetap mati.
*ceklik*
Picture perfect!
Apa yang gua percaya sangat bagus dalam mengerjakannya, dalam konsepnya, dalam imajinasinya, juga dalam eksekusinya bisa hangus dalam komentar 5 menit. Efeknya juga ngga kalah heboh. Ego tersentil, karangan makian jadi semakin banyak dan dahsyat, dunia jadi bodoh dan banyak lagi pembenaran-pembenaran lainnya sebagai pelipur lara.
Itu juga yang gua temui sekarang ini. Pada sebuah debat kusir dengan teman-teman beberapa waktu lalu, kami sibuk berkomentar tentang film-film nasional yang sedang beredar sekarang. Terutama film itu, tentunya. Dasar pada kritis, dari berbagai aspek expertise masing-masing, film itu pun menjelma lagi menjadi sebuah film yang perfect. Sinematografi yang perfect. Art directing yang perfect. Plot yang perfect. Casting yang perfect. Dan penonton yang perfect. Lah wong penontonnya kita sendiri kan ya?
Tak ayal lagi, gua sendiri sudah menjelma menjadi figur 'tak begitu muda dan diberi sedikit kesempatan berkomentar dengan argumentasi yang -mungkin- rapuh'.
Diskusi itu berlangsung cukup lama dengan imbuhan sana-sini sampai akhirnya sudah melebar ke mana-mana. Dan waktu sudah menunjukkan angka-angka yang artinya: pulang. Setibanya di rumah, memang bukan kebiasaan gua untuk langsung tidur. Salah satu penngantar tidur yang ampuh adalah menonton TV. Sekalian quick viewing iklan-iklan yang lagi beredar sekarang. Maklum dong, art director gituuuu.
Setelah mengambil posisi dan remote tv di tangan, mulailah ritual itu.
Rentetan jualan 30 detik itu pun dilahap mata sambil kalo bisa curi-curi ilmu dikit. Atau moga-moga bisa jadi inspirasi baru. Atau apalah.. yang penting bisa tidur!. Sampai suatu ketika gua merasa haus. Dengan malas gua beranjak dari tempat tidur dan secara tidak sengaja tombol remote tertekan, OFF.
*ceklik*. Mati.
Apa yang terjadi?
Gua tertegun sejenak. Ternyata semudah itu saja.
Sebagai seorang yang bekerja di periklanan, dengan lembur tak henti-hentinya, brainstorming sampai muak, klien yang unbelievable, weekend-weekend yang terkorbankan, dan masih pembenaran lainnya.. Ternyata semudah itu saja bisa dimatikan. Diabaikan. Bahkan tak perlu dilihat.
Dan bisa dibayangkan, ratusan juta penduduk Indonesia pada saat itu. Tertidur. Tidak menonton iklan.
Ironis? Tidak.
Gua kembali ke tempat tidur, ada istri dan si kecil gemetin yang udah tidur dari tadi.
TV tadi tetap mati.
*ceklik*
Picture perfect!
5 Comments:
Ahh.. hidup :)
kak...knapa ya orang iklan demen banget ngomongin iklan?!ngga bosen apa?!! di kantor udah muntah darah ngerjain iklan. di tipi nonton iklan..di radio curi denger iklan orang...eh, di blog nulisnya iklan..ampyuuunnn dijeyyy..boseen!
de'ririn, itu namanya kutukan. boleh percaya boleh tidak, saat seseorang sudah terjun dalam industri iklan... saat itu pula dia kehilangan hampir sebagian besar dari kehidupan pribadinya.
cuma orang iklan yang bikin iklan, mengkritik iklan, menganalisa iklan, membahas iklan, memuji iklan, mencela iklan dan menonton iklan. konsumen? wanda' tau ya. sialnya, we got addicted by it.
mungkin itu sebabnya ada salah seorang pakar periklanan multinasional berkata "it's just an advertising. nobody dies!"
alia:
Ah.. iklan :)
anonimus:
Klien mestinya lebih tau produknya apa. Itu benar. Dan kita juga mestinya gak sok tau. :)
dek ririn:
respon lu insightful sekali rin. Keren. Gua akan coba buat jadi iklan. (tuh kan!!!) hahahahahaha
bucin:
I just want to sleep, no advertising should die.
jadi freelancer aja mendingan... hehehehe
Post a Comment
<< Home