Tuesday, November 29, 2005

Si Galak Manyun

Beberapa waktu lalu gua janjian nonton dengan temen di PI Mall. Mengingat waktunya udah mepet, secara gua baru bisa nyampe di sana jam 7.50 malam, 10 menit sebelum pertunjukan di mulai, bisa dibayangkan tensionnya mengejar tenggat waktu tersebut.

Sampailah gua di PI Mall 1 dengan terburu-buru. Bukan rahasia lagi kalau mencari parkir di PI Mall ini dibutuhkan keahlian juga kesabaran khusus. Perhatikan segala gerak-gerik orang yang sedang lalu lalang di seputaran parkiran. Apakah mereka membawa kantong belanja atau cuma melenggang saja. Apakah lampu mobil (yang biasanya terlihat dari belakang) itu merah atau tidak. Tanda-tanda tadi bisa menjadi indikasi apakah orang tersebut baru saja sampai atau malah akan beranjak pulang. Dengan demikian kita bisa bersiap-siap mengambil tempat parkir mereka.

1-2 putaran udah dilakukan gua masih belum mendapat parkir. Sehingga gua putuskan untuk mencari di bagian pintu keluar Hero. Tepat di depan dinding panjat tebing terlihat ada sebuah mobil yang baru menyala. Benar kiranya, lampu mobil tersebut berubah menjadi warna putih, yang artinya mobil akan mundur dan beranjak cabut. Dengan sigap gua langsung memutar balik mobil dan mengambil posisi di depan mobil tersebut sambil menyalakan lampu sen kiri.

Tidak lama mobil inceran gua itu kabur tiba-tiba dari belakang antrian masuk sebuah mobil menyerobot masuk ke spot parkir gua! Langsung dong, secara gua orangnya temperamental di jalanan, gua klaksonin tuh mobil dengan gencar. Cukup membuat bising sekitarnya. Untungnya ada satpam yang sedang berjaga di situ dan melihat keadaan itu, dia pun menghampiri pengemudinya kemudian memberitahukan ‘duduk perkaranya’.

Sesaat kemudian mobil tersebut langsung mundur lagi dan bergegas keluar. Ketika hendak berpapasan dengan gua terlihat jendela si pengemudi terbuka. Eng ing eeeeng mau ngomong apa lagi nih orang sekarang. Refleks gua juga menurunkan jendela gua, menunggu reaksi berikutnya.

Apa yang terjadi? Dari dalam mobil tampak seorang bapak-bapak berperawakan tua melambaikan tangan sambil tersenyum ke arah gua. Berwibawa sekali senyumnya. Sekilas terdengar dia mengatakan sesuatu, mungkin minta maaf. Muke gua yang tadinya setelan ribut pun segera direvisi menjadi muke senyum ramah yang amat sangat. Antara lega, senang sekaligus kecut gua membalas lambaian bapak tadi dan berlalu.

Amin, Jakarta! Masih ada orang-orang seperti dia tadi.

Wednesday, November 23, 2005

Tuliskan Sajak Buatku

Tuliskan sajak buatku
Tanda-tanda alam sering kuabaikan
dan alur di telapak tanganku bukanlah nasib
Hidupku hanya bergantung doa

Tuliskan sajak buatku
Seperti cerita Sulaiman dan Mazmur
Bukan puja dan bunga
Hanya syukur dan kebesaran

Tuliskan sajak buatku
Tentang sengsara dan kefanaan
Kesombongan dan nafsu
Sinar hanya terlihat dengan gelap

Tuliskan sajak buatku
Walau pinta harus berwujud harap
Biarkan itu yang kupunya
Agar sesal nanti berpaling

Besok,
sebelum matahari bersinar lagi
Tuliskan sajak buatku

Amin

Monday, November 21, 2005

Kesukaan Akan Kesuku-sukuan

Beberapa orang teman gua sedang membahas sebuah rangkaian pencopet yang sudah berkali-kali beraksi di sebuah supermarket di daerah Cibubur. Sindikat pencopet tersebut disinyalir adalah segerombolan orang Batak dengan modus operandi yang lambat laun mulai terbaca polanya. Sebagai satu-satunya orang Batak di ruangan itu, gua pun mendapat tatapan 'jenaka' dari teman-teman. Bisa dibayangkan, tipikal muka Batak yang bersegi-segi, cenderung seram atau kasar, ditambah dengan suara yang jarang bervolume pelan. Sering terdengar membentak. Paling tidak itu yang sering gua dengar mengenai ciri-ciri suku Batak.
Jadi, Batak umumnya pencopet dengan ciri-ciri di atas?

Teman gua pernah berkata ‘lebih baik mengaku orang Menado daripada mengaku orang Cina’. Dengan perawakan yang sipit dan cenderung berkulit putih, Menado dan Cina memang mirip. Seperti kita tau pada umumnya kaum ini, di Indonesia, sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dalam kesejajarannya berwarganegara. Walau pun kita selalu berteriak histeris penuh gembira ketika menyaksikan mereka memenangkan kejuaraan-kejuaran bulutangkis internasional.

Sekarang ini muka Arab sering menjadi tudingan tersendiri dalam benak masing-masing orang. Tentu saja hal-hal yang mengacu pada aksi teror biadab belakangan ini. Sosok yang sering diasosiasikan dengan atribut berjanggut, berpakaian kurung, atau aksen tertentu dalam berbicara sudah bisa masuk dalam kategori ‘patut dicurigai’. Ironisnya, tidak sedikit dari ciri-ciri tersebut berada di negri kita ini. Dan ketika memang beberapa orang dari kawanan itu benar-benar melakukan aksi biadab tersebut, kita kewalahan mengatasinya. Seakan-akan tidak siap akan fenomena baru ini. Tidak seperti orang Batak dan Cina atau contoh-contoh kesukuan lainnya tadi.

Akankah kita siap dengan fenomena-fenomena baru lagi nanti? Bahwa mungkin orang Betawi tidak selugu itu. Orang Minang tidak se’pedagang’ itu. Bahkan bule ada juga yang bego. Dan.. kita sendiri tidak sepicik itu.

Percaya deh, fenomena itu nggak perlu ada.