Wednesday, October 12, 2005

Imagine

Image hosted by Photobucket.com

Tentu saja itu cuma usul.

Dalam perjalanan ke kantor tadi, di sebuah jembatan penyeberangan terpampang sebuah spanduk yang bertuliskan "Sabar dong.. khan puasa.". Tentu saja pesan spanduk tersebut benar-benar sampai pada orang-orang yang membacanya. Ini bulan Ramadhan, bulan puasa, sabar-sabarlah dengan segala bentuk godaan.

Dan memang bulan puasa ini berdampak baik bagi kita-kita. Jalanan jadi lebih lengang. Segala keruwetan di kantor menjadi lebih terfilter. Ngga gitu tega untuk memaki :). Untuk beberapa yang berdiet bisa lebih tersalurkan. Dan masih banyak lagi contoh yang bisa dilihat.
As for me, malah jadi lebih sering makan. Secara gua gak puasa dan sering ikutan buka puasa, pun dulu masih sering ikutan sahur juga. Gendut dah ah.

Nah, kenapa juga gak gitu tiap hari?
Gua gak akan mengupas apa makna dari Ramadhan di sini. Kita pasti sudah tahu. Semua itu baik. Yang patut kita pikirkan adalah bagaimana menjalani setiap harinya seperti bulan Ramadhan ini. Abis itu berkasih-kasihan seperti di suasana Natal. Terus bercayang-cayangan kayak hari Valentine. Berbagi Angpao kayak tahun baru Cina. Udah gitu nyepi tanpa gangguan seperti di hari Nyepi.

Damai?
Belum tentu. Coba aja dulu.

Friday, October 07, 2005

Puisi Cinta (Terputus)

Aku tahu kau akan pergi
Jangan pergi

Kita harus menjadi orang asing lagi
Bertemu dan jatuh cinta lagi
Berciuman dan mengenal lagi
Remaja comblangan si cupid

Kau bulan, aku matahari
Kau matahari, kau bulan
Tak pernah aku
Selalu aku, tak pernah kita
Sejak kapan siang dan malam kawin?

Berbeda dengan hari
Selalu datang dan kulewati
Tapi tidak lagi cita itu
Seribu tahun seribu hendak
Dua hati tak berumus

Kalau nanti kita bertemu
Jangan palingkan wajahmu
Paling tidak bukan hatimu
Tataplah, kita hanya bertemu

Aku tahu kau akan pergi
Pergilah, agar kita bertemu lagi

Teruntuk temanku, dan temanku.

Wednesday, October 05, 2005

Akhirnya Gua Nonton 'Janji Joni'

Setiap orang memang mewakili zamannya.

Kalau dia tumbuh dengan alunan ganteng Tom Jones, bisa dilihat dengan gayanya yang gallant, sedikit cunihin dan tentunya vocabulary yang bussset dah, toku banget tuh bahasa! Bukan begitu zus? *sembari mengerling*

Masih belum cukup? Oke.
Beberapa orang generasi gua tumbuh dengan musik grunge. Masih rock, tidak lagi rambut sasak, tidak lagi glam, dan agak gengsi mendayu-dayu seperti Amy Search. Film-filmnya pun karya (pada saat itu absurd) Lynch, Tarantino dan sesekali Polanski. Pokoknya kritis, terdengar smart, dan semangat sekali mengawali generasi baru. Secara generasi sebelumnya sudah mulai usang dan gak up to date lagi. Ingat waktu grup Poison atau Stryper mulai dibilang banci kan? Padahal mereka rock n roll lho.. teuteup.

Begitulah film Janji Joni ini.
Bak mengikuti perjalanan Michael Jackson dari hidung bulat sampai moncong ikan marlin. Moonwalk, ‘hee-hee’, garuk biji dan berdiri berjingkat. Semuanya seperti tertuang di film ini. Kentara sekali referensi dari sang sutradaranya. Idiom ini, sosial itu, film ini-itu sampai Kejarlah daku.

Dari awal film gua udah bersiap-siap melakukan ‘serangan-serangan’ a la Diki Satya. Mengingat bahasan gua di atas, sutradara ini pasti gak jauh beda umurnya dengan gua. Dan pastinya, gak beda jauh pula dengan obrolan-obrolan ngupi-ngupi anak muda zaman sekarang.

Sampai di suatu scene ketika narasi Nico mengatakan “...Dan gua pun tidak percaya lagi sama apa yang dikatakan kritikus film!”

Gua pun terdiam. Kalimat itu, bisa jadi ditujukan buat gua, si tukang kritik. Atau juga ‘agar supaya’ si sutradara sudah terlebih dahulu membuat benteng pertahanannya akan sebuah karya yang sudah disajikan. An early gun for a sound of whistle, mungkin begitu.
Gua pun lantas mengurung niat untuk memberi kritikan sana-sini dan kemudian melanjutkan film tersebut sampai habis.

Tapi seperti yang pernah gua tulis sebelumnya tentang film Janji Joni ini, gua menghargai effortnya. Semangatnya. Semangat perfilman nasional.

Maju terus piala citra!

Ps. (dalam lafal Medan) Jok, bikin yang 2000 sikit lah. 90 kali ini!..
Ps. Desainer poster film ini temen gua. Cantik banget. Sumpe. Hi hi.

Tuesday, October 04, 2005

Cari |Sudut Pandang| Yang Lain

Pemerintah keterlaluan.
Bom meledak lagi di Bali.


Itulah 2 headline dari harian KOMPAS dua hari belakangan ini. Pada edisi Sabtu mengenai BBM dan Minggu tentang bom Bali. 2 hari berturut-turut kita harus prihatin lagi akan Negara ini. Belum selesai masalah-masalah lain sudah ada pula masalah baru. Menurut Ariadi Abimanju, orang iklan mempunyai profesi paling asik. Tiap hari menghadapi masalah baru. Tapi kali ini dia salah. Ternyata presiden juga. Gitu loh

Ya udah. Mau apa sekarang?

Masih mau merengek BBM turun sampai telanjang? Berduyun-duyun antri untuk jatah bensin seminggu dan mogok seharianAtau mengharap Tritura terulang lagi? Yang mungkin disusul dengan G30SPKI dan Mei 98?

Masih mengutuk teroris dengan jaringan mereka yang melebihi jaringan perusahaan multi-nasional?

Silakan. Lakukan yang sepantasnya.

Sepantasnya juga kita tidak melulu merengek dan mengeluh. Disuruh kerja lebih keras kok ya gak mau gitu loh. Gua gak pernah ingat ada sebuah barang yang masih dalam nominal yang sama sejak gua lahir. Ibarat film Hollywood yang seru atau romantis, kita hanya menyesali kalau film itu berakhir. Dan berharap ada sequelnya. Kenapa tidak kita aja yang bikin sequelnya sendiri?

Bom.
Lebih besar bom di hati. Gua yakin si pembom tersebut, menurut versi dia, melakukan tugas mulia dari satu tujuan. Tujuan apa terserah. Benar salah Tuhan yang tau. Kenapa juga kita tidak seperti teroris itu?

Memiliki determinasi yang tinggi untuk satu tujuan yang (kita harap) mulia.


Minal Aidin Wal Faidzin